JAYAPURA – Sikap arogansi ditunjukkan aparat keamanan dengan menangkap dan melakuan intimidasi terhadap beberapa jurnalis di Jayapura dan Wamena saat peliputan aksi demo KNPB. Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen Kota Jayapura, Fabio Lopez, menyerahkan putusan sekaligus kepada Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Jayapura yang belum menyesalkan tugasnya.
Pihanya menjekasan, telah menerima laporan dari para jurnalis yang merupakan wartawan dan laporan ini memang terkesan aparat masih melakukan intimidasi terhadap pekerja media. Dikatakan, laporan yang diterima jelas memperlihatkaan sikap aparat perlu dievaluasi untuk tidak menekan jurnalis.
“Assalamuaalaikum peliputan aksi demo damai atau aksi demo apapun,” ujar Fabio Lopez. Laporan yang diterima diantaranya Cristopel Paino AKA Chris Al Munawarah, anggota AJI Gorontalo, yang menceritakan pada hari, Senin (19/12/16) diintimidasi dan mendapatkan tindakan tidak menyenangkan dari aparat TNI di Wamena.
“Dia sedang berada di Wamena untuk liputan lingkungan mongabay. Pada saat yang sama, hari ini ada aksi demonstrasi penolakan Trikora di Wamena. Sebagai jurnalis ia tergerak untuk meliput. Dan pada saat itu, terjadi penembakan oleh aparat keamanan di sekitar lapangan sinagma. Saat massa bubar karena tembakan, Chris berjalan perlahan.
Ia kemudian bertemu seseorang warga dan minta ijin berlindung di rumah warga tersebut. Ternyata ada anggota TNI yang melihat dia. Anggota TNI ini bersama beberapa anggota lainnya lalu mendatangi Cris dan menginterogasinya. Semua foto2 yang diambil oleh Chris melalui HPnya dihapus oleh oknum anggota TNI tersebut,” tuturnya.
Selain itu adanya kasus pelarangan yang dialami Wens Tebay, kontributor majalah Asasi yang diterbitkan ELSAM Jakarta di Jayapura ditahan Polres Kota Jayapura bersama dengan demonstran Komite Nasional Papua Barat (KNPB) saat aksi penolakan Trikora, Senin (19/12/16).
“Polisi bawa saya tadi ke Polresta. Mereka ambil keterangan baru suruh saya pulang,” ungkap Tebay, dalam laporan yang dikutip dari tabloidjubi.com. Dia ditangkap saat meliput polisi melakukan penghadangan, pemukulan dan penangkapan demonstran KNPB di Expo Waena.
“Saya ambil-ambil gambar. Polisi datang tanya saya, saya tunjukan kartu pers. Mereka tidak percaya, tarik dan cekik leher saya ini hingga saya tidak bisa bernafas,” ujarnya sambil memperagakan bagaimana dia di cekik.
Bahkann sikap berlebihan ditunjujkan aparat, yakni paada yang tarik baju saya. Dada saya ini memar. Kena kuku atau gelang anggota, saya tidak tahu. Polisi menaikan dia bergabung dengan sembilan demonstran yang sudah ada dalam truk polisi. Truk itu, kemudian membawanya ke Polresta.
“Saya dipulangkan setelah ambil keterangan dan demonstran masih ditahan di halaman Polresta,” selorohnya. Ketua AJI Kota Jayapura, Eveerth Joumilena menegaskan, bahwa AJI Kota Jayapura menyikapi hal ini sebagai bentuk intimidasi dan kebebasan pers masih dikekang.
Karenanya, perlu ada pemahaman yang komprehensif bagi aparat keamanan, terutama untuk tidak membatasi media sebagai penyalur informasi pada ruang publik. Tentunya seacara aturan jurnalis dilindungan, sebagaimana Berdasarkan Pasal 1 angka 1Undang – Undang Nomor 40 Tahun 199 Tentang Pers.
Disebutkan, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gamba.
“Juga data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia,” jelasnya. Pada dasarnya pers mempunyai kemerdekaan dalam menjalankan profesinya.
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hal mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi (Pasal 4 ayat (3) UU Pers). Ini berarti pers tidak dapat dilarang untuk menyebarkan suatu berita atau informasi jika memang hal tersebut berguna untuk kepentingan publik,” imbuhnya. (rhm)