Tegas! Bali Perketat Aturan Pemanfaatan Hutan Lindung, Cegah Kerusakan Ekosistem

Pemprov Bali tegas untuk mengendalikan dan memperketat pemanfaatan hutan lindung di wilayahnya, khususnya pada areal perhutanan sosial.

14 Oktober 2025, 05:08 WIB

Denpasar – Pemerintah Provinsi Bali mengambil langkah tegas untuk mengendalikan dan memperketat pemanfaatan hutan lindung di wilayahnya, khususnya pada areal perhutanan sosial.

Penegasan ini disampaikan melalui surat edaran yang dikeluarkan oleh Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup (DKLH) Provinsi Bali dengan Nomor B.24.500.4/4985/PDAS.PM/DKLH.

Langkah ini diambil sebagai upaya pencegahan kerusakan dan perubahan fungsi kawasan hutan lindung.

Kepala DKLH Provinsi Bali, I Made Rentin, menjelaskan di Denpasar pada Minggu (12/10), instruksi ini bertujuan memastikan, pengelolaan perhutanan sosial di lapangan senantiasa mematuhi regulasi yang berlaku.

Pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung harus memperhatikan prinsip kelestarian lingkungan serta tidak menimbulkan kerusakan pada tutupan lahan maupun ekosistem hutan,” ujar Rentin.

Surat edaran tersebut secara eksplisit mengacu pada ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 9 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial. Rentin menekankan pemanfaatan hutan oleh pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial hanya dapat mencakup kegiatan yang telah tercantum secara sah dalam Rencana Kelola Perhutanan Sosial (RKPS) yang telah dinilai dan disahkan oleh instansi terkait.

Untuk areal kerja, pemanfaatan hutan diwajibkan menggunakan pola wanatani (agroforestry) dengan ketentuan proporsi tanaman kehutanan (Multi Purpose Tree Species/MPTS) minimal 60 persen.

Lebih spesifik, Rentin menambahkan bahwa jenis tanaman yang dipilih untuk hutan lindung haruslah berkayu, berumur panjang, berakar dalam, dan memiliki tingkat evapotranspirasi rendah.

“Diutamakan jenis tanaman hasil hutan bukan kayu yang menghasilkan getah, kulit, buah, dan/atau jenis tanaman kayu-kayuan,” imbuhnya.

Guna melindungi struktur tanah dan lantai hutan, DKLH Bali secara tegas melarang penanaman jenis tanaman umbi-umbian atau tanaman lain yang berpotensi menyebabkan kerusakan tanah dan meningkatkan aliran permukaan (run-off).

Selain itu, pemegang Persetujuan Pengelolaan Perhutanan Sosial dilarang keras melakukan aktivitas yang dapat mengubah fungsi utama hutan lindung.

Larangan tersebut meliputi pembukaan lahan yang memicu erosi, penebangan pohon, serta pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mengubah bentang alam pada areal persetujuan.

Rentin juga memberikan peringatan keras bahwa memindahtangankan, menyewakan, atau menggunakan areal persetujuan untuk kepentingan di luar ketentuan yang berlaku merupakan pelanggaran yang dilarang. ***

Berita Lainnya

Terkini