Tegas! Rudemim Denpasar Deportasi Tiga Perempuan Asing, Apa Saja Pelanggarannya?

Plh. Kepala Rudenim Denpasar, Albertus Widiatmoko mengatakan, pelanggaran ketiga WNA menjadi contoh tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum keimigrasian

28 Desember 2024, 13:13 WIB

Badung– Tiga perempuan warga negara asing dideportasi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar yang terlibat pelanggaran ketentuan keimigrasian.

Sikap tegas ditunjukkan Rudenim Denpasar di bawah kepemimpinan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan RI Agus Andrianto kembali melaksanakan deportasi terhadap tiga Warga Negara Asing (WNA) yang terlibat pelanggaran ketentuan keimigrasian.

Ketiga WNA yang dideportasi MB (51) WN Rusia, SDM (30) WN Tanzania, dan CGJ (26) warga negara Spanyol.

“Tindakan deportasi terhadap mereka dikenakan karena telah melanggar berbagai ketentuan yang berlaku di Indonesia,” kata Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Albertus Widiatmoko dalam keterangan tertulis Sabtu 28 Desember 2024.

Dijelaskan, MB, perempuan asal Rusia, pertama kali tiba di Indonesia pada 14 Agustus 2023 dengan menggunakan Visa on Arrival (VoA). Selama tinggal di Bali, MB terlibat pelanggaran ketertiban umum yang mengganggu jalannya perayaan Hari Raya Nyepi Caka 1946 pada 11 Maret 2024 di kawasan Kuta Selatan.

MB mengaku bekerja sebagai konsultan online, diketahui juga telah melampaui batas masa tinggal selama 122 hari setelah visa terakhirnya berakhir pada 10 November 2023.

Dari pengakuan MB, ia tidak melaporkan masa overstay-nya karena tidak mengetahui kewajiban tersebut. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bidang Inteldakim Imigrasi Ngurah Rai, MB dikenakan pelanggaran Pasal 78 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian dan akhirnya dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar untuk proses deportasi.

SDM, wanita Tanzania kelahiran Dar Es Salaam ini pertama kali datang ke Indonesia pada Februari 2024 dengan visa kunjungan 211 dan kemudian mengubah statusnya menjadi KITAS Investasi.

Meskipun mengaku berinvestasi di sebuah perusahaan bernama PT SPS, SDM tidak dapat memberikan informasi jelas mengenai investasi tersebut.

Ia mengaku tidak mengetahui jumlah investasi, lokasi perusahaan, atau bahkan jumlah karyawan yang bekerja di sana.

Ketidaksesuaian antara informasi yang diberikan oleh SDM dengan fakta yang ditemukan di lapangan, serta dugaan bahwa perusahaan yang disebutnya mungkin tidak ada, membuat pihak Imigrasi menindaklanjuti kasus ini dengan serius.

SDM melanggar Pasal 75 ayat (1) UU Keimigrasian karena menggunakan perusahaan fiktif untuk mendapatkan izin tinggal.

Dalam perkara lain CGJ gadis Spanyol kelahiran tahun 2000 ini tiba di Bali pada Februari 2024 dengan visa kunjungan yang telah diperpanjang hingga 6 Januari 2025. Selama berada di Bali, ia melakukan berbagai kegiatan berlibur, termasuk sesi foto kreatif di Pantai Geger, Nusa Dua, yang melibatkan seorang fotografer lokal.

Meskipun mengaku bahwa kegiatan tersebut hanya untuk kesenangan pribadi, CGJ mengakui bahwa ia menerima tawaran bayaran untuk sesi foto tersebut.

CGJ mengakui bahwa ia tidak memiliki izin tinggal yang sah untuk melakukan pekerjaan seperti itu dan menyatakan bahwa ia tidak mengetahui bahwa tindakan tersebut melanggar ketentuan keimigrasian.

Dari pemeriksaan, CGJ melanggar Pasal 75 Ayat 1 UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Pihak Imigrasi Ngurah Rai memutuskan untuk memproses deportasi terhadap CGJ yang juga ditempatkan di Rumah Detensi Imigrasi Denpasar.

Widiatmoko menyatakan tindakan pendeportasian ini merupakan bagian dari upaya intensif pihak Imigrasi dalam menegakkan hukum dan ketertiban di Bali.

“Pelanggaran yang dilakukan oleh MB, SDM, dan CGJ adalah contoh bahwa tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum keimigrasian” ujar Widiatmoko.

Tiga WNA tersebut telah telah diterbangkan ke negara asal masing-masing dengan pengawalan ketat dari petugas Rudenim Denpasar pada 27 Desember 2024. MB, SDM, dan CGJ merupakan contoh nyata bahwa pihak Imigrasi akan terus melakukan tindakan tegas terhadap WNA yang tidak mematuhi aturan keimigrasian di Indonesia.

“Kami bersama Tim PORA akan terus meningkatkan pengawasan terhadap keberadaan WNA di Bali,” kata Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan.

Bali harus tetap menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi semua pihak, dan kami tidak akan memberikan toleransi kepada mereka yang melanggar hukum.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat diberlakukan hingga enam bulan dan diperpanjang, serta penangkalan seumur hidup dapat diterapkan bagi orang asing yang mengancam keamanan dan ketertiban umum.

“Keputusan akhir mengenai penangkalan akan diputuskan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi setelah mempertimbangkan aspek-aspek kasusnya,” demikian Widiatmoko. ***

Berita Lainnya

Terkini