Denpasar – Demi mengukuhkan benteng nasionalisme dan melestarikan jejak perjuangan bangsa, Komisi A DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) melakukan kunjungan kerja inspiratif ke Pulau Dewata pada Selasa, 24 Juni 2025.
Monumen Bajra Sandhi, atau Monumen Perjuangan Rakyat Bali, menjadi saksi bisu komitmen legislatif DIY dalam mengintegrasikan nilai-nilai Pancasila dalam pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kunjungan ini merupakan bagian dari program “Sinau Pancasila”, sebuah inisiatif ambisius yang berupaya menanamkan pemahaman Pancasila melalui narasi sejarah perjuangan dan pelestarian lingkungan hidup.

Eko Suwanto, Ketua Komisi A DPRD DIY, dengan tegas menyatakan urgensi untuk membangkitkan kesadaran kolektif akan Pancasila.
“Komitmen kami adalah bagaimana menumbuhkembangkan kesadaran untuk Sinau Pancasila dimulai dari belajar sejarah,” ujarnya, seraya menyoroti relevansi Perda Pendidikan Pancasila dan Kebangsaan.
Ia menambahkan, “Belajar sejarah Indonesia juga penting. Kami melihat langsung Museum Perjuangan Rakyat Bali yang menggambarkan bagaimana rakyat Bali ikut memerdekakan Republik Indonesia dan melawan Belanda.
Ini satu kesatuan perjuangan dengan daerah lain seperti Jogja dan Sumatera.” Pernyataan ini menggarisbawahi benang merah perjuangan yang menyatukan seluruh elemen bangsa.
Inspirasi Lingkungan dari Bajra Sandhi
Selain aspek sejarah, Monumen Bajra Sandhi juga memukau rombongan legislatif DIY dengan pengelolaan lingkungannya yang progresif.
“Tadi kita disuguhi teh dan kopi tanpa plastik. Ini bagian penting bagaimana aspek lingkungan menopang pembangunan museum,” tutur Eko Suwanto, mengapresiasi keberadaan ruang terbuka hijau seluas 13 hektare yang bebas dari plastik sekali pakai.
Lingkungan Monumen Bajra Sandhi diharapkan menjadi inspirasi nyata bagi pemerintah daerah di DIY untuk mengadaptasi praktik serupa.
Tak berhenti di Bajra Sandhi, rombongan juga menyempatkan diri mengunjungi Museum Bali, sebuah oase budaya di jantung Denpasar.
Akhid Nurjati, anggota Komisi A DPRD DIY lainnya, menambahkan bahwa spirit perjuangan dan nilai-nilai Pancasila harus terus digaungkan melalui berbagai media, termasuk melalui bentuk bangunan dan narasi sejarah.
“Sinau Pancasila harus terus kita lakukan. Kalau lihat monumen perjuangan Bali ini, arsitekturnya saja sudah menggambarkan nilai-nilai Pancasila: tangganya 17, tiangnya 8, dan panoramanya 45,” ujarnya.
“Kami juga sudah lama mendorong Pemda DIY menyusun naskah akademik dan riset sejarah perjuangan, termasuk soal Bung Karno yang ditangkap di Jogja pada 29 Desember 1929. Bahkan soal pemindahan Ibu Kota dari Jakarta ke Jogja belum ada museumnya sampai hari ini,” tambah Akhid.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Ketua DPRD DIY, Imam Taufik menambahkan, pihaknya ingin wilayah DIY mengambil sisi positif dari dua wisata tersebut, menurut dia kedua wisata tersebut merupakan perpaduan pariwisata dan kebudayaan yang sempurna.
“Ini saya rasa bisa menjadi inspirasi kepada DIY yang kebetulan sekarang ini kita juga sedang membahas Perda tentang pariwisata dan budaya di kelurahan. Jadi ini benar-benar nanti semakin memberikan inspirasi dan contoh buat warga DIY untuk kita bisa mencontoh yang baik,” ujar Imam.
Imam juga menyoroti pentingnya kebijakan lingkungan seperti larangan penggunaan plastik sekali pakai yang bisa diadaptasi di Yogyakarta.
“Jogja harus terinspirasi. Monumen ini ramah lingkungan, tidak ada plastik. Saya akan sampaikan ke Wali Kota Jogja agar bisa diterapkan juga,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala UPTD Museum Bali, Ida Ayu Sutariani, menjelaskan bahwa pihaknya konsisten menerapkan kebijakan ramah lingkungan sejak terbitnya SE Gubernur Bali pada 9 Februari 2025.
“Kami tidak menjual botol kemasan di bawah 1 liter dan imbau tamu tidak membawa plastik. Kalau bawa tumbler, kami sediakan air isi ulang,” kata Ida Ayu.
Lebih jelasnya, Pemda Bali dalam mengatasi permasalahan sampah tersebut yakni menggunakan teknologi Teba Modern. Teba modern berbentuk sumur komposter besar yang berfungsi untuk mengolah sampah organik menjadi kompos, yang kemudian dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.
“Sampah organik kami olah melalui Teba Modern. Potongan rumput dimasukkan ke lubang dua meter untuk jadi kompos. Tembok-tembok tetap kami tata dengan relief agar indah dan jadi daya tarik wisata juga,” jelasnya.
Menurutnya, kebijakan ini berdampak positif dalam pengurangan sampah plastik, meski pengukuran persentasenya masih berlangsung.
“Kalau plastik kan tidak bagus untuk ke depannya ya. Tentu saja berpengaruh. Kami himbau wisatawan terutama supaya ikut menerapkan SE Gubernur itu pada 9 Februari 2025 lalu.
Kalau yang dari luar (Bali) kami memang tidak bisa menghalangi ya. Tapi ya kita himbau saja seperti itu. Karena mereka membawanya dari luar, tapi ya (sekali lagi) di mana-mana ada larangan,” pungkas Ida Ayu. ***