Atambua – Sebuah babak baru dalam hubungan bilateral Indonesia dan Timor Leste siap terwujud! Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua baru-baru ini menjadi inisiator penting dalam penyusunan agenda strategis bersama Delegasi Timor Leste.
Pertemuan yang digelar Selasa (8/7) ini bukan sekadar diskusi birokrasi, melainkan sebuah lompatan besar untuk menciptakan perbatasan yang lebih dinamis, humanis, dan berorientasi pada kesejahteraan bersama.
Berbagai isu krusial dibahas tuntas, mulai dari jam operasional Pos Lintas Batas Negara (PLBN) hingga penguatan ekonomi dan budaya yang akan merajut erat kehidupan masyarakat di kedua sisi perbatasan. Salah satu usulan paling dinanti adalah perpanjangan waktu operasional PLBN. Jika saat ini perlintasan orang hanya sampai pukul 18.00 WITA, kini diusulkan diperpanjang hingga pukul 19.00 WITA.
Tak hanya itu, perlintasan barang juga diharapkan tetap buka hingga pukul 16.00 WITA. Bahkan, khusus hari Senin, jam buka PLBN diusulkan lebih awal, yaitu pukul 05.00 atau 06.00 WITA, demi mengakomodasi tingginya volume pelintas di awal pekan.
Prioritas Kemanusiaan dan Ekonomi Bangkit
Komitmen Imigrasi Atambua terhadap nilai kemanusiaan tak terbantahkan. Mereka mengusulkan perlakuan khusus bagi ambulans dari RDTL dalam situasi darurat. Usulan jalur prioritas atau kebijakan khusus ini menunjukkan bahwa di balik ketatnya aturan, ada empati yang kuat untuk menyelamatkan nyawa, meskipun tetap dengan pengawasan ketat untuk mencegah penyalahgunaan.
Lebih jauh, semangat untuk membangkitkan roda ekonomi lokal sangat terasa.
Pemerintah Indonesia secara aktif mengusulkan reaktivasi pasar-pasar tradisional seperti Pasar Turis Kain dan Pasar Henes. Pembukaan kembali penggunaan PLB bagi masyarakat sekitar perbatasan RI-RDTL diharapkan mampu menghidupkan kembali denyut nadi ekonomi di wilayah ini.
Usulan ini disambut antusias oleh Kementerian Administrasi Negara Timor Leste, yang sepakat bahwa hal ini tidak hanya membangkitkan ekonomi, tetapi juga mempermudah perlintasan masyarakat dengan kesamaan kultur, sosial, dan budaya.
Tak berhenti di situ, gagasan besar seperti “Tour de Timor” yang disinergikan dengan Festival Musim Dingin pada Juni 2026 direncanakan menjadi agenda rutin tahunan, memperluas panggung budaya antarnegara.
Ide-ide kreatif lainnya seperti Penyelenggaraan Pasar Malam Bersama dan pendirian Pusat Kuliner Lintas Negara juga digagas untuk memperkuat interaksi dan memperkenalkan kekayaan budaya kedua negara.
Menuju Zona Perdagangan Bebas
Visi besar pun terhampar: menjadikan Kawasan perbatasan Motaain-Batugade sebagai kawasan free trade zone. Ini diawali dengan pembahasan penggunaan kendaraan berplat hijau dari Timor Leste yang diusulkan dapat diperjualbelikan sebagai komoditas, meskipun terbatas penggunaannya di Kabupaten Belu.
Perluasan wilayah operasional kendaraan dan pengembangan pasar komoditas legal menjadi fondasi penting untuk pertumbuhan ekonomi lintas batas yang lebih terstruktur dan berkelanjutan.
Untuk memastikan koordinasi tetap terjaga, Imigrasi mengusulkan pertemuan informal tiga bulanan secara bergantian. Diharapkan pada pertemuan selanjutnya, Pemerintah RDTL dapat menjadi tuan rumah dan mengundang delegasi Indonesia secara resmi di Dili.
Hasil dari pembahasan ini akan segera disampaikan ke pemerintah pusat masing-masing negara untuk diwujudkan dalam kebijakan nyata yang bermanfaat bagi masyarakat perbatasan.
Putu Agus Eka Putra, Kepala Kantor Imigrasi Kelas II TPI Atambua, dengan penuh keyakinan menyampaikan, “Imigrasi tak sekadar menjaga gerbang negara, tetapi juga menjadi jembatan kerja sama yang mendekatkan masyarakat di dua sisi perbatasan.
Pihaknya percaya, perbatasan bukan sekadar garis pemisah, melainkan ruang persaudaraan dan pertumbuhan bersama.”
Senada dengan itu, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Imigrasi Nusa Tenggara Timur, Arvin Gumilang, menegaskan bahwa pembahasan ini adalah langkah konkret untuk menghadirkan pelayanan keimigrasian yang aman, tertib, namun juga ramah dan sesuai kebutuhan masyarakat perbatasan.
“Warga di kawasan perbatasan memiliki aktivitas khas, seperti berdagang, berobat, atau bersilaturahmi lintas negara, sehingga diperlukan kebijakan yang memudahkan namun tetap mengikuti aturan hukum yang berlaku.
Imigrasi berkomitmen menjadikan perbatasan sebagai ruang persaudaraan, bukan sekadar batas wilayah, dan akan terus memperkuat kerja sama lintas negara demi masa depan yang lebih baik bagi generasi muda di perbatasan agar mereka bisa hidup lebih aman, sejahtera, dan memiliki akses yang lebih luas untuk berkembang,” pungkasnya.***