Terobosan Hukum: Kejati DIY dan UNY Bedah Sanksi Pidana Kerja Sosial dalam KUHP Baru

Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menuju langkah sistem pemidanaan yang lebih humanis dan adaptif

3 Juni 2025, 20:54 WIB

Yogyakarta – Sebuah langkah maju menuju sistem pemidanaan yang lebih humanis dan adaptif dilakukan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada hari Selasa, 3 Juni 2025.

Bertempat di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Kejati DIY menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Penerapan Ideal Sanksi Pidana Kerja Sosial Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.” Acara ini menjadi sorotan utama mengingat KUHP baru akan berlaku efektif pada 2 Januari 2026.

Jaksa Agung Muda Pidum: Hindari Penjara Jangka Pendek, Utamakan Restorasi Sosial
Pembahasan mendalam dalam FGD ini dipimpin langsung oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana.

Ia menekankan bahwa sanksi kerja sosial bukan sekadar alternatif hukuman, melainkan sebuah terobosan fundamental dalam sistem peradilan pidana Indonesia.

“Pidana kerja sosial bertujuan menghindari pemenjaraan jangka pendek dan denda ringan,” tegas Prof. Asep Nana Mulyana. “Namun, penjatuhannya harus didasarkan pada persetujuan penipuan, sesuai standar internasional seperti Treaty of Rome dan Konvensi New York.”

Lebih lanjut, Prof. Asep menjelaskan bahwa sanksi ini akan disesuaikan dengan kemampuan atau profesi pelaku, menjadikannya lebih personal dan efektif.

Pelaksanaan pidana kerja sosial dapat dilakukan di berbagai institusi sosial, seperti rumah sakit, sekolah, panti asuhan, atau lembaga sosial lainnya. Meskipun demikian, pengawasan ketat dari jaksa serta pendampingan dari Pembimbing Kemasyarakatan akan tetap melekat, memastikan tujuan restoratif tercapai.

UNY Sambut Kolaborasi, Perkuat Fakultas Hukum Baru

Kolaborasi antara Kejati DIY dan UNY disambut antusias oleh Rektor UNY, Prof. Sumaryanto. Ia menyoroti pentingnya sinergi antara lembaga penegak hukum dan institusi akademik, terutama dalam mendukung pengembangan Fakultas Hukum UNY yang baru berdiri.

“Minat calon mahasiswa pada bidang hukum sangat tinggi. Dari 3.500 pendaftar, hanya 100 yang kami terima,” ungkap Rektor Sumaryanto. “Oleh karena itu, kerja sama seperti ini krusial untuk menjamin kredibilitas fakultas.”

Senada dengan Rektor, Dekan Fakultas Hukum UNY, Prof. Mukhamad Murdiono, melihat kegiatan ini sebagai peluang emas untuk kerja sama strategis.

“Ke depan bisa ditindaklanjuti dalam bentuk MoU, penelitian bersama, pengembangan kurikulum berbasis praktik, hingga program magang mahasiswa,” ujarnya.

Prof. Murdiono juga optimistis bahwa topik sanksi pidana kerja sosial dalam KUHP baru ini membuka jalan bagi riset-riset mutakhir.

Ia berharap Fakultas Hukum UNY dapat memimpin penelitian empiris tentang penerapan pasal-pasal baru, bekerja sama dengan Kejaksaan dan lembaga lain, serta menghasilkan publikasi yang berkontribusi signifikan pada reformasi hukum nasional.

“Materi ini dapat langsung diintegrasikan ke dalam pembelajaran, khususnya mata kuliah Hukum Pidana, Sistem Peradilan Pidana, dan Hukum Acara,” tambah Prof. Murdiono, memastikan kurikulum UNY senantiasa kontekstual dan responsif terhadap perkembangan hukum.
Sinergi Lintas Lembaga Demi Penerapan Humanis

Selain Prof. Asep, FGD ini juga menghadirkan tiga narasumber ahli di bidang hukum pidana: Prof. Dr. Pujiyono Suwadi (Ketua Komisi Kejaksaan Republik Indonesia), Dr. Bambang Krisnawan, S.H., M.H. (Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi D.I. Yogyakarta), dan Farrah Syamala Rosyda, S.H., M.H. (Dosen Hukum Pidana dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta). Kehadiran para pakar ini memperkaya diskusi dan memastikan pemahaman komprehensif mengenai sanksi kerja sosial.

Kasi Penerangan Hukum Kejati DIY, Herwata, turut menegaskan urgensi sinergi lintas lembaga untuk menyamakan persepsi dalam menerapkan sanksi pidana kerja sosial. “Ini langkah menuju sistem pemidanaan yang lebih humanis dan berorientasi pada kemanfaatan sosial dan kepastian hukum dalam pengaplikasian sanksi pidana kerja sosial,” tegas Herwata.

Menurut Herwata, kuliah umum ini tidak hanya memperkuat hubungan antara UNY dan Kejati DIY, tetapi juga menandai peran penting kampus dalam mengawal reformasi hukum nasional berbasis ilmu pengetahuan dan keadilan restoratif.

“Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi kontribusi nyata dunia akademik dan aparat penegak hukum dalam mengawal implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023, serta memperkuat sinergi antara Kejaksaan dan institusi pendidikan dalam pengembangan hukum nasional,” pungkasnya.

Dengan semangat kolaborasi dan inovasi, penerapan sanksi pidana kerja sosial diharapkan mampu membawa angin segar bagi sistem peradilan pidana Indonesia, menuju masa depan yang lebih adil dan berorientasi pada pemulihan. ***

Berita Lainnya

Terkini