Yogyakarta – Empat mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta mengungkapkan alasan signifikan saat mengajukan gugatan Presidential Threshold (PT) di Mahkamah Konstitusi (MK) yakni untuk menghindari tekanan politik.
Melalui gugatanya, keempat mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta berhasil meyakinkan Mahkamah Konstitusi MK menghapuskan aturan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden yang selama ini ditetapkan sebesar 20 persen.
Empat mahasiswa itu adalah Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna, yang kesemuanya mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga (UIN SUKA) Yogyakarta.
Meski berhasil dikabulkannya gugatan PT namun tak sedikit masyarakat yang berkomentar mengapa permohonan tersebut dilakukan setelah Pilpres.
Enika Maya Oktavia menyatakan alasannya karena untuk menghindari tekanan-tekanan politik.
“Lalu kenapa baru sekarang? Lalu kenapa tidak sebelum Pilpres? Sederhana saja jawabannya bahwa semakin dekat dengan Pilpres, maka tekanan-tekanan politik itu akan semakin luar biasa,” kata Enika kepada wartawan Jumat 3 Januari 2025.
Enika menegaskan, gugatan nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dia dan teman-temannya ajukan merupakan permohonan personal atau tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Ditegaskannya, permohonan mereka adalah representasi personal dari kami sendiri dan bukan merupakan representasi dari pendapat institusi kami apalagi parpol.
Lantas, kenapa kemudian UIN Suka Yogyakarta menjadi identitas mereka, ya karena keempatnya masih mahasiswa di institusi kampus itu.
“Bukan kemudian serta merta bahwa permohonan yang kami ajukan itu merepresentasikan pendapat dari institusi kami,” tegas Enika Maya Oktavia.
Penggugat lainnya, Faisal Nasirul Haq menambahkan, putusan yang diajukan ini untuk memberikan jalan generasi yang akan datang apabila memang tertarik untuk menjadi politisi.
“Maksud putusan ini adalah untuk memberikan jalan agar kita punya banyak opsi calon, itu dulu abis itu rakyat yang menentukkan,” ujar Faisal.
Tsalis Khoirul Fatna mewakili tiga rekannya mengatakan, melalui pengajuan ini banyak pelajaran yang bisa diambil sebagai masyarakat yang memiliki hal memilih dan dipilih.
“Tentunya pelajaran yang kami dapat sangat banyak. Ini merupakan putusan langkah-langkah kontitusi yang sangat progresif dan merupakan kewenangan bagi masyarakat termasuk kami sebagai pemilih mempunyai hak untuk memilih referensi calon-calon yang nantinya akan maju ke Pilpres atau Pilkada, namun ini fokusnya terhadap Pilpres,” demikian Fatna.
Sebelumnya, Ketua Program Studi Hukum Tata Negara Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Gugun El Guyanie menilai dikabulkannya gugatan mahasiswa soal ambang batas yang sudah lebih dari 30 kali diuji MK dan tidak pernah dikabulkan ini, membuka ruang partisipasi publik yang bermakna.
“Putusan ini monumental mengingat selama ini sudah banyak permohonan JR (judicial review) soal presidential threshold ini yang ditolak,” tandas Gugun El Guyanie.
Menurut Gugun, dikabulkannya gugatan ini juga seolah menunjukkan kepada publik bahwa lembaga tinggi negara seperti Mahkamah Konstitusi, menjadi lembaga independen, yang tidak dikuasai kekuatan politik tertentu. ***