Denpasar – Berbagai komunitas anak muda menggelar 1stAPCAT Tobacco Free Youth Leader Festival (TFYLF) sebagai bentuk keprihatinan atas belum membaiknya persoalan pengendalian rokok seraya menyuarakan pelarangan Iklan hingga sponsor rokok.
Gelaran the 7 th Asia Pasific Summit of Mayors di Bali sedikit berbeda dengan hadirnya aksi komunitas kaum milenial.
Pada pertemuan APCAT (The Asia Pacific Cities Alliance for Health and Development (APCAT) 1-3 Desember 2022 di Prime Plaza Hotel Sanur Bali tersebut, tidak hanya mengumpulkan para Walikota/Bupati, legislator, dan pegiat pro-kesehatan publik dari 12 negara di Asia Pasifik, melainkan juga perwakilan komunitas muda peduli bahaya rokok di Indonesia.
Sejumlah komunitas muda hadir diantaranya Udayana Center for Non-Communicable Disease,
Tobacco Control, and Lung Health (Udayana Central), Ikatan Ahli Kelompok Masyarakat
Indonesia (IAKMI), Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM).
Selain itu, Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kelompok Mahasiswa Peduli Bahaya Tembakau (KMPT) Universitas Udayana, Sinergi Bersama Mengurangi Asap Rokok di Kulon Progo (SemarKu), TC Program Asosiasi Pemerintah Daerah Kepulauan dan Pesisir Seluruh Indonesia (ASPEKSINDO) dan Rumah Mediasi Indonesia (RMI) berkolaborasi menggelar the 1 stAPCAT Tobacco Free Youth Leader Festival (TFYLF).
LLocal Committee the 1st TFYLF Diah Pradnya dalam keterangan tertertulisnyaz pada penyelenggaraan ketujuh APCAT, dalam suasana keprihatinan meresmikan gelaran pertama
Tobacco Free Youth Leader Festival (TFYLF).
“Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian kami sebagai perwakilan anak muda terhadap masalah tembakau/rokok yang tidak kunjung membaik
sampai detik ini, ” tuturnya.
Ia mengungkapkaan, berdasarkan publikasi Riskesdas 2018 sudah terdapat 3,2 juta perokok anak di Indonesia.
Ketua Kelompok Mahasiswa Peduli Bahaya Tembakau (KMPT), Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali Luh Putu Sintya Devi Agustin melontarkan senada.
Selain rokok konvensional, anak-anak muda kini harus menghadapi paparan berbahaya dari rokok elektrik.
Berdasarkan publikasi Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, berdasarkan karakteristik
kelompok umur, perokok elektrik justru paling tinggi dikonsumsi oleh kelompok umur 10-14
tahun dan 15-19 tahun.
Tentu saja, fakta tersebut menunjukkan bahwa memang kehadiran rokok elektrik bukan menjadi solusi,
melainkan menjadi beban bagi negara.
Branding rokok elektrik yang fokus mengincar perokok dewasa hanya omong kosong belaka.
“Anak-anak muda, termasuk anak-anak di bawah umur menjadi target utama mereka,” ungkap Sintya menambahkan.
Pada pagelaran perdana TFYLF, sekitar 200 peserta memadati Ruang Pertemuan Denpasar, Hotel
Prime Plaza Sanur, Bali.
Tidak hanya berkesempatan untuk berdiskusi dengan perwakilan pemimpin muda, para peserta juga berkesempatan berdiskusi langsung dengan pemimpin kaliber internasional seperti Bima Arya, Walikota Bogor, Indonesia, dan Han Kosal, Deputi Gubernur Kampong Cham, Kamboja.
Keduanya tidak hanya dianggap sukses menerapkan kebijakan pengendalian tembakau yang ketat di daerah masing-masing, melainkan turut sukses melibatkan generasi muda dalam proses perubahan tersebut.
Even TFYLF juga dimeriahkan
dengan berbagai games edukasi bahaya rokok dari Semarku, pagelaran musik, dan kreativitas
menarik lainnya yang dapat diakses gratis di TC Youth Corner.
“Kami berharap kegiatan TFYLF bisa rutin diselenggarakan dengan melibatkan berbagai komunitas muda untuk melipatgandakan pergerakan perlindungan anak, khususnya dalam pemenuhan hak kesehatan anak terbebas dari bahaya rokok,“ ujar Hary Krisna, tim kreatif LINKAR INISIATIF, Jaringan komunitas perlindungan anak LPAI, aktif mengkampanyekan
Rumah Tanpa Asap Rokok atau Smoke Free Homes.
Soal pesan penting yang ingin disampaikan kepada pemerintah RI, Ni Wayan Sriyanti,
pelajar 15 tahun, menegaskan perlunya pelarangan total iklan, promosi, dan sponsor rokok.
Sejauh ini, kebijakan perlindungan anak khususnya terkait iklan, promosi dan sponsorsip rokok
belum komprehensif dan tidak berpihak pada pemenuhan dan perlindungan hak anak serta
kelompok rentan.
“Kami mendeklarasikannya sebagai tuntutan dan pengingat agar negara hadir dan serius menyikapinya, ” tegas Duta Anak Nasional-Kongres Anak Indonesia 2022 ini.
Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2020-2022,Nashir Efendi mengungkapkan, masa depan anak Indonesia berada di tangan Presiden Jokowi. menjelaskan bahwa tidak ada yang patut dibanggakan dengan
tingginya jumlah perokok anak di Indonesia.
Pimpinan sekitar 7 juta pelajar Muhammadiyah tersebut juga menyampaikan bahwa visi Indonesia Emas 2045 akan sangat sulit dicapai.
Tingginya angka konsumsi rokok anak-anak di bawah umur merupakan aib bagi pemerintah RI, khususnya bagi Pak Jokowi selaku pimpinan tertinggi negara kita.
Dibanding Indonesia Emas
2045, saya malah melihat Indonesia Hitam 2045.
Ditegaskan, hal ini sangat mungkin terjadi apabila kita masih terus berkompromi dengan rokok.***