Tiga Strategi Bangun Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan RI

10 Mei 2016, 03:00 WIB

Kabarnusa.com – Staf ahli Mendikbud RI Ananto Kusuma Seta menyampaikan, persoalan dunia pada 2050 menyangkut masalah demografi, permintaan sumber daya (terdidik dan profesional), globalisasi, dan perubahan iklim.

‘’Menghadapi tantangan tahun 2050 itu, Indonesia mengusung visi baru pendidikan dan kebudayaan 2015-2019,’’ ujarnya dalam konferensi nasional yang digelar Program Studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muria Kudus (UMK) belum lama ini

Konferensi nasional menarik minat para praktisi pendidikan di berbagai sekolah dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi, tak ingin ketinggalan menjadi peserta.

Konferensi nasional bertajuk ‘’Teaching, Linguistic, Culture and Education Conference’’ atau Telcecon itu menghadirkan tiga pakar sebagai narasumber, salah satunya adalah Ir. Ananto Kusuma Seta M.Sc., Ph.D (staf ahli Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Bidang Inovasi dan Daya Saing Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI).

Ananto mengulas tema yang cukup menarik, yakni Breakthrough in Education: Accomodating Global Issues (Terobosan-terobosan dalam Pendidikan: Mengakomodasi Isu-isu Global).

Visi baru tersebut, terbentuknya insan serta ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang berkarakter dengan dilandasi semangat gotong-royong. ‘’Untuk mewujudkan ini, perlu strategi-strategi,’’ katanya.

Paling tidak, terang Ananto, ada tiga strategi penting yang bisa dikemukakan di sini.

‘’Pertama yaitu penguatan pelaku pendidikan dan kebudayaan. Ini antara lain dengan melakukan penguatan terhadap siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan pemimpin institusi pendidikan dalam ekosistem pendidikan,’’ jelasnya.

Strategi kedua peningkatan mutu dan akses. Yakni meningkatkan mutu pendidikan sesuai lingkup Standar Nasional Pendidikan (SNP) untuk mengoptimalkan capaian Wajib Belajar 12 tahun.

Juga, meningkatkan ketersediaan serta keterjangkauan layanan pendidikan khususnya bagi masyarakat terpinggirkan

Selian itu fokus kebijakan didasarkan pada percepatan peningkatan mutu dan akses untuk menghadapi persaingan global dengan pemahaman akan keberagaman.

’Strategi ketiga adalah pengembangan efektivitas birokrasi melalui perbaikan tata kelola dan pelibatan publik.

Pelibatan publik ini dalam seluruh aspek pengelolaan kebijakan dengan berbasis data, riset dan bukti lapangan.

“Selanjutnya, membantu penguatan kapasitas tata kelola birokrasi pendidikan di daerah, serta mengembangkan koordinasi dan kerja sama lintas sektor di tingkat nasional,’’ tutur Ananto. (gek)

Berita Lainnya

Terkini