Kabarnusa.com –
Selama puluhan tahun, Ni Wayan Wineng (85) terbelenggu dengan
kemiskinan. Rumahnya berdinding bedeg (anyaman bambu) compang-camping
termakan usia. Atap rumahnya dari genteng yang kini mulai hancur.
Saat
musim hujan seperti sekarang, Wineng harus basah-basahan karena air
hujan bisa menembus hingga ke dalam rumahnya. Baik dari atap maupun dari
dinding rumah yang sudah berlubang di sana-sini.
Meski
sudah bertahun-tahun tinggal dalam gubuk yang nyaris roboh, ia tidak
pernah protes atau menunutut pemerintah memperbaiki rumahnya. Juga,
menuntut harus mendapat beras miskin (Raskin).
Ia hanya
kecewa pada jalan hidupnya sendiri. Menjadi orang miskin, tanpa rumah
dan kini terserang penyakit kanker kulit pada bagian wajahnya.
Soal
bedah rumah, nenek ini mengaku sudah bosan membicarakannya. Karena
sudah beberapa kali petugas pemerintah, baik dari kelurahan, kecamatan,
maupun dari kabupaten datang mengambil gambar rumahnya.
Namun keberuntungan rupanya belum memihaknya. Sampai sekarang, rumahnya masih tetap gubug yang sudah ia huni puluhan tahun.
“Kenapa
rumah saya tidak juga dibedah. Padahal sudah beberapa petugas datang
untuk mengambil gambar. Bahkan, rumah orang lebih sehat dan kuat yang
dibedah. Apa rumah saya tidak layak dibedah,” ujarnya saat ditemui Rabu
(25/2/2015).
Menurut ingatannya, di Tempek Satu,
Lingkungan Kebon, Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara,
Kabupaten Jembrana, Bali, tempatnya tinggal sudah ada sejumlah rumah
yang dibedah.
Sementara, rumahnya sudah tiga kali
didatangi petugas mengambil gambar, belum juga dibedah. Sejumlah
kerabatnya, sempat menanyakan hal itu ke Kantor Camat Negara. Ternyata
namanya tidak tercantum dalam daftar penerima bantuan bedah rumah.
Dia
tidak tahu kenapa tidak tercatat sebagai penerima bantuan bedah rumah.
Ini tidak adil karena ada yang rumahnya lebih bagus dan masih kuat
bekerja sudah dapat bedah rumah.
“Padahal saya tidak mungkin bisa bangun rumah karena sudah tidak kuat bekerja,” keluhnya.
Pantauan
wartawan, rumah nenek yang tinggal sendiri dan suaminya telah meninggal
ini sangat memprihatinkan. Dinding dari bedeg hancur dan berlubang di
mana-mana.
Rumah hanya dengan satu kamar ini menyatu
dengan dapur di bagian dalam. Dapur ditempatkan di bagian dalam agar ia
bisa lebih nyaman memasak.
Namun karena dapur menyatu dengan ruang tidur, wanita renta ini tidak bisa tidur nyaman.
“Selama
ini saya tidur di teras rumah. Di sini saya bisa mendapat angin. Tetapi
kalau sudah musim hujan, saya harus mengungsi ke rumah tetangga. Karena
rumah saya sama saja dengan tidak beratap, karena gentengnya rusak
semua,” tuturnya.
Dikatakan, dalam kondisi seperti sekarang tidak ada orang yang berani naik ke atap untuk membetulkan genteng.
Karena
semua kayu penyanggahnya sudah lapuk dan tinggal menunggu saat roboh.
Itu sebabnya, nenek yang tinggal bersama seorang kerabat yang khusus
merawatnya, tidak bisa bertahan di rumah saat musim hujan.
Saat
hujan dan angin kencang yang melanda Jembrana seperti sekarang, ia
makin mulai cemas. Karena rumahnya bakal kebanjiran dan roboh.
Ditanya
soal bantuan beras, ia mengaku mendapat beras jompo. Tapi beras ini
harus dibeli. Padahal ia mengaku sudah tidak memiliki uang. Saat ini
Dadong Wineng mendapat bantuan beras miskin 15 kilogram.
“Semua
uang saya habis untuk berobat ke dokter guna mengobati kanker kulit
yang sudah merambah hingga ke kening saya,” katanya lagi.
Lurah Baler Bale Agung, Putu Nova Novianti mengaku ada warganya yang tinggal du rumah bedeg dan nyaris roboh.
Pihaknya
sudah mengajukan ke Pemkab Jembrana agar mendapat bantuan bedah rumah.
Namun hal itu belum dilakukan karena masih ada pertimbangan lain.
Terutama nenek Wineng masih memiliki keluarga meski tergolong kurang
mampu.
“Masalah kanker kulit yang diderita nenek
Wineng, kami sudah mengupayakan ada perawat yang merawat penyakitnya
setiap bulan. Meski begitu saya juga masih berharap agar nenek Wineng
segera mendapat bantuan bedah rumah agar ia bisa menempati rumah yang
lebih layak,” terangnya. (dar)