KabarNusa.com – Beberapa kalangan meminta pemerintah segera meninjau ulang rencana
pembangunan storage liquefied natural gas (LNG) di Pelabuhan Benoa, Denpasar karena bisa berdampak negatif bagi lingkungan dan kelangsungan pariwisata Bali.
Publik kembali dibuat tersentak, belum usai isu reklamasi Teluk Benoa, kini pemerintah lewat Kementerian ESDM Berencana membangun storage liquefied natural gas (LNG) di Pelabuhan Benoa.
Kabarnya, Storage itu guna memasok kebutuhan bahan bakar Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) Pesanggaran, yang direncanakan beroperasi 2015 mendatang.
Pengamat masalah pembangunan Bali Prof Gusti Bagus Wijaya Kusuma meminta pembangunan storage LNG agar ditinjau ulang.
Alasannya, Benoa merupakan pelabuhan pariwisata yang seharusnya terbebas dari lalu lintas barang.
Apalagi, jika pembangunanya sampai melakukan penimbunan [reklamasi] dan mengurangi kawasan konservasi hutan bakau.
Saat ini, rencana pembangunan storage LNG, tinggal menunggu rekomendasi penggunaan lahan.
Diketahui, akhir pekan lalu, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Susilo Siswoutomo menemui Walikota Denpasar IB Rai Dharma Wijaya Mantra untuk membicarakan rencana proyek yang melibatkan Pelindo, Pertagas, Pertamina, Indonesia Power, PLN, dan Kementerian ESDM.
Proyek tersebut merupakan bagian dari upaya konversi minyak solar (high speed diesel/HSD) industri, yang selama ini digunakan PT Indonesia Power.
“Jika dirancang dengan tepat, storage tidaklah membawa implikasi negatif bagi lingkungan, karena LNG adalah berasal dari gas alam,” ungkap Ketua Puslit Industri dan Energi Universitas Udayana ini.
Jika mengambil lokasi di Pelabuhan Benoa dinilai kurang bagus bagi kepentingan pariwisata.
Yang disoroti, adalah lokasinya, karena pasti akan mengambil ruang terbuka di area pelabuhan.
“Pelindo harus menyampaikan master plan pengembangan kawasan agar tidak mengurangi kawasan konservasi tanaman bakau, dan tidak dimanfaatkan untuk kepentingan reklamasi,” sambungnya.
Kata dia, sebagai pelabuhan pariwisata seharusnya Benoa bebas dari lalu-lalang arus barang.
Saat ini, Benoa juga menampung kapal penangkap ikan dan minyak HSD yang seharusnya ke depan perlu dilakukan penataa menyeluruh.
Ia mengusulkan pelabuhan penangkap ikan sebaiknya dibangun yang lebih representatif di Kedonganan (Badung) atau Kusamba (Klungkung).
“Untuk bongkar muat barang termasuk BBM atau BBG bisa di Celukan Bawang (Buleleng), sedangkan untuk minyak sudah ada depo di Manggis (Karangasem),”
Dia melanjutkan, storage yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan PLTG Pesanggaran adalah untuk kapasitas sekitar 20-25 mmbtu dengan berbagai aktivitasnya.
Jika jalur pipa yang digunakan adalah jalur HSD sekarang, diperkirakan storage dibangun di kawasan pelabuhan dan mengambil ruang di tepi pantai atau daerah bakau.
Selain ruang untuk storage LNG, dibutuhkan pula storage reverse unit, untuk mengubah cairan LNG menjadi gas. “Karena Benoa merupakan pelabuhan pariwisata, perlu ditinjau kembali,” katanya.
Ketika ditanya apakah proyek ini merupakan bagian dari rencana besar reklamasi Teluk Benoa, Prof Wijaya tak melihat korelasi secara teknis.
Namun, karena pembangunannya di area pelabuhan yang sangat terbatas, ada kemungkinan akan membuka lahan hijau.
Jika digunakan floating storage tidak akan dilakukan dengan teknik reklamasi, tapi kalau dilakukan dengan menimbun kawasan, maka ini yang harus diperhatikan secara tegas.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Walhi Bali Suriadi Darmoko mendesak pihak otoritas pelabuhan terbuka tentang tata kelola ke depan menyangkut pengembangan kawasan.
Yang dikhawatirkan, jika tidak ada kontrol terahadap kawasan itu akan mengganggu lingkungan di sekitar pelabuhan yang kian menyusut kualitasnya.
Dia mempertanyakan sejauh mana urgensi pembangunan pembangkit di lokasi itu, karena masih banyak kawasan terbuka lainnya di Bali utara dan timur yang lebih layak untuk proyek tersebut.
“Pembangunan pembangkit listrik dengan penambahan kapasitas seperti itu patut diduga adanya rencana-rencana ambisius ke depan,” tukasnya. (rma)