Tolak Geothermal, Tokoh Bali Mengadu ke DPD RI

18 Februari 2014, 06:47 WIB
Ketua DPD RI Irman Gusman (kanan) tatap muka di Kantor PHDI Bali Jalan Ratna, Denpasar (Foto:Kabarnusa)

Kabarnusa.com, Denpasar – Tokoh agama yang tergabung dalam Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali menegaskan sikap penolakan terhadap proyek panas bumi Geothermal di Bedugul, Tabanan kepada Ketua DPD RI Irman Gusman.
 

Saat bertatap muka dengan Irman, mereka menyampaikan isu geothermal yang sejak lama menjadi polemik di masyarakat. Sekretaris PHDI Putu Wiratha Dwikora menegaskan, bahwa penolakan geothermal demi melindungi Bali dari kerusakan dan menjaga daerah yang disucikan.

“Tokoh-tokoh agama Hindu dan elemen masyarakat menolak geothermal dengan berbagai pertimbangan karena diantaranya masuk di kawasan yang disucikan yang jika dilanggar akan membawa dampak buruk masyarakat,” katanya di Kantor PHDI Denpasar, Senin (17/2/2014).

Intinya, mereka meminta Irman untuk memperjuangkan aspirasi ke pusat agar tidak melanjutkan lagi megaproyek panas bumi yang sempat didorong pemerintah pusat.

Atas aspirasi itu, Irman berjanji siap memperjuangkan apa yang telah menjadi keputusan dan kegelisahan kalangan tokoh masyarakat dan agamawan di Bali.

“Ini sudah aspirasi yang terbaik bagi rakyat Bali,  apa yang disampaikan tokoh-tokoh adalah terbaik buat kami. Tidak ada kata lain saya haus perjuangkan bersama teman-teman di DPD,”  tegas capres konvensi Partai Demokrat itu.

Irman mempercayai bahwa tujuan pembangunan bukan hanya sekedar untuk mengejar materalisme semata income perkapita. Lebih dari itu, bagaimana bisa mencapai sesuatu yang barangkali bisa lebih bahagia lagi bila mencapai di sana.

Kendati secara ekonomi, energi panas bumi itu lebih menguntungkan bersih dan ramah lingkungan namun belum tentu hal itu bisa membuat batin lebih tentram seperti apa yang menjadi kegusaran tokoh hindu di Bali.

“Kalau itu membuat batin kita tidak lebih baik, ya enggak usdah ada, itu tidak ada hitungan-hitungan lagi,” tegas dia.
Kendati bagi daerah lain semisal di Sumatra Barat, geothermal bisa lebih diterima karena akan menghasilkan energi listrik 250 megawat.

Masyarakat sangat membutuhkan energi yang bersih dan murah nanun karena wilayah Sumatra cukup luas sehingga tidak ada masalah.

Lain lagi bagi masyarakat Bali, dengan wilayahnya yang tidak luas tentu saja agak berbeda  sehingga sumber energi alternatif di Bali banyak mendapat penolakan.

“Kalau lebih banyak mudaratnya, lebih baik tidak usah. KIta tidak bisa pakai analisis lagi,” imbuhnya.(gek)

Berita Lainnya

Terkini