TPT Prioritas Nasional: OJK Ambil Peran Sentral dalam Penguatan Sektor

Sinergi yang lebih erat antara industri perbankan dan pelaku industri TPT sangat dibutuhkan agar penyaluran pembiayaan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan

20 Mei 2025, 06:51 WIB

Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus menunjukkan komitmennya dalam mendukung sektor riil, khususnya Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) yang dianggap sebagai salah satu pilar penting perekonomian nasional. Langkah ini diwujudkan melalui penguatan pembiayaan berkelanjutan.

Sebagai tindak lanjut, OJK menggelar pertemuan konsinyering di Jakarta pada Jumat (16/5) yang melibatkan berbagai pihak kunci. Turut hadir perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Investasi dan Hilirisasi, Badan Kebijakan Fiskal, industri perbankan, serta para pelaku industri TPT.

Pertemuan ini bertujuan untuk membahas secara komprehensif tantangan yang dihadapi industri TPT, menjajaki potensi sinergi antar sektor, serta merumuskan kebutuhan dukungan dari sisi pembiayaan dan penguatan ekosistem pembiayaan berkelanjutan.

Kegiatan ini juga merupakan implementasi dari arahan Presiden RI dalam Sarasehan Ekonomi Nasional serta amanat Undang-Undang Nomor 59 Tahun 2024 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025–2045, yang secara eksplisit menempatkan sektor TPT sebagai salah satu prioritas dalam transformasi ekonomi nasional.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam menciptakan ekosistem industri TPT yang tidak hanya sehat dan tangguh, tetapi juga mampu bersaing di kancah global.

“Industri TPT nasional memiliki potensi yang sangat besar, baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun untuk ekspansi ke pasar internasional. Namun, tantangan struktural seperti biaya logistik yang tinggi dan ketergantungan pada pasar ekspor tertentu perlu segera diatasi melalui pendekatan Indonesia Incorporated, yang mengedepankan kolaborasi nyata antara pelaku industri, perbankan, BUMN, dan pemerintah,” ujar Dian.

Lebih lanjut, Dian mengidentifikasi beberapa isu krusial yang memerlukan solusi komprehensif dari seluruh pemangku kepentingan.

Hal ini mencakup upaya menekan biaya logistik ekspor produk TPT agar lebih kompetitif dibandingkan negara eksportir lainnya. Selain itu, diversifikasi pasar ekspor juga menjadi perhatian, mengingat tantangan perdagangan global akibat deglobalisasi yang berpotensi menghilangkan aspek keadilan dalam perdagangan internasional. Saat ini, pasar ekspor TPT Indonesia masih didominasi oleh beberapa negara seperti AS, Turki, China, Malaysia, dan Jepang.

Dian juga menyoroti peran penting sektor jasa keuangan, khususnya perbankan, sebagai enabler dalam memperkuat pembiayaan dan struktur bisnis industri TPT.

“Sinergi yang lebih erat antara industri perbankan dan pelaku industri TPT sangat dibutuhkan agar penyaluran pembiayaan dapat lebih tepat sasaran dan mendukung pertumbuhan sektor riil secara berkelanjutan. Perluasan akses pembiayaan juga harus diimbangi dengan penguatan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian,” tegasnya.

Data hingga Maret 2025 menunjukkan bahwa kredit yang disalurkan kepada industri TPT dan alas kaki mencapai Rp160,41 triliun, atau sekitar 2,03 persen dari total kredit perbankan nasional. Sektor TPT juga memiliki kontribusi signifikan dalam penyerapan tenaga kerja, mencapai 4 juta orang atau 32,79 persen dari total tenaga kerja industri padat karya pada tahun 2024.

Dari sisi pertumbuhan, industri TPT mencatatkan pertumbuhan year-on-year sebesar 4,64 persen pada Maret 2025, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun 2024 sebesar 4,26 persen, serta berkontribusi sebesar 1,02 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Diskusi dalam pertemuan tersebut menyimpulkan bahwa industri TPT di Indonesia memiliki potensi besar, didukung oleh pasar domestik dan ekspor yang luas. Hal ini juga tercermin dari minat investor asing yang terus meningkat untuk berinvestasi di sektor ini, yang ditunjukkan dengan kenaikan Penanaman Modal Asing (PMA) dari tahun ke tahun.

Pemerintah juga telah dan akan terus memberikan berbagai insentif untuk mendukung pengembangan industri TPT, termasuk program restrukturisasi mesin/peralatan produksi, penguatan rantai pasok, pemberdayaan industri TPT, dan menjaga ketersediaan bahan baku.

Selain itu, insentif fiskal seperti bea masuk, insentif pajak untuk industri padat karya, insentif untuk perkuatan industri petrokimia, dan subsidi listrik diharapkan menjadi katalis positif bagi pertumbuhan industri TPT, di mana industri jasa keuangan dapat berperan aktif dalam mendukungnya.

Dalam upaya memulihkan daya saing industri TPT nasional, para pelaku industri mengharapkan adanya kebijakan terintegrasi yang mencakup kepastian regulasi terkait bea masuk impor, perizinan Analisis Mengenai Dampak Atas Lingkungan (AMDAL) yang transparan, serta pemantauan impor pakaian jadi.

Selain itu, harapan lain dari pelaku industri TPT meliputi kebijakan mengenai skema pembiayaan murah dan pelatihan tenaga kerja; penguatan ekosistem hulu-hilir untuk efisiensi dan stabilitas pasokan; pemanfaatan energi bersih dan efisien; peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN); dan pengembangan ekonomi sirkular. Kebijakan terintegrasi ini diharapkan dapat mendukung kebangkitan industri TPT sebagai tulang punggung industri nasional yang inklusif, hijau, dan berdaya saing global.

OJK menegaskan komitmennya untuk menjadikan hasil diskusi ini sebagai landasan dalam merumuskan rekomendasi kebijakan yang konkret guna memperkuat daya saing dan keberlanjutan industri TPT nasional sebagai salah satu pilar utama industri padat karya dan ekspor Indonesia. ***

Berita Lainnya

Terkini