Penghormatan kepada KRI Nanggala 402 /Tangkapan layar dari akun instagram Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo @dhu_yuand |
Saya pernah memasuki kapal selam bekas, yang saat ini sudah jadi monumen di
pinggiran Sungai Kalimas dekat Delta Plaza, Surabaya. Ruang-ruang kapal selam
terbagi dalam beberapa kompertemen yang sempit.
Antar kompartemen terdapat pintu dalam bentuk lingkaran, yang cara memasukinya
harus dengan cara naik dan memasukan kepala terlebih dulu, seperti merangkak.
Ruang-ruang kerja di kapal tersebut rata-rata sempit, dan sebagian tempat
tidurnya dibuat menggantung, menempel di dinding kapal bagian dalam.
Orang yang mau tidur harus naik, dan dugaan saya tempat tidur tersebut juga
jarang ditiduri dalam waktu lama saat kapal beroperasi. Saya membayangkan jika
awak kapal dalam posisi penuh, artinya seluruh kapasitas terisi, pasti kondisi
di dalam kapal akan terasa sempit.
Saat saya mengingat-ingat situasi di dalam kapal selam bekas tersebut, saya
membayangkan detik-detik terakhir para prajurit AL yang berada dalam Kapal
Nanggala 402.
Mereka berdoa, saling menguatkan satu sama lain, dan tidak ada kesedihan di
antara mereka. Mereka adalah para prajurit tangguh yang sudah lama dilatih
untuk menghadapi situasi tersulit sekalipun.
Kesempitan di dalam kapal selam adalah kelapangan yang luar biasa dalam
keikhlasan menjalankan tugas menjaga kedaulatan bangsa. Saat detik-detik kapal
pecah menjadi tiga bagian, mereka saling berdiri tegak dan menghormat.
Mereka telah berjihad dengan cara yang mulia, bukan saling membunuh sesama
manusia, namun dengan menyerahkan seluruh yang mereka punya kepada bangsa,
negara, dan ke Yang Mahakuasa.
Selamat jalan prajurit terbaik. Insya Allah Tuhan telah mendekap kalian,
seraya berbisik, “Kamu semua semulia-mulianya manusia…”. Selamat jalan
prajurit teladan.”.
*Prof Dr. Purnawan Basundoro, Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga
Surabaya*