Denpasar – Udara hangat di Kubu Kopi, Denpasar, Jumat (7/6/2025) menjadi saksi sebuah perhelatan sarat makna Bukan sekadar syukuran Idul Adha, acara yang digagas Komunitas Ukhuwah Jurnalis Bali (UJB) ini menjelma menjadi panggung kebersamaan yang merekatkan berbagai elemen masyarakat.
Senyum dan tawa berpadu, menciptakan nuansa kekeluargaan yang kental, jauh dari hiruk pikuk berita harian yang seringkali penuh ketegangan.
Di tengah suasana penuh keakraban itu, hadir sejumlah wajah familiar yang menambah semarak acara. Ada Anggota DPRD Bali Komisi I, Zulfikar, yang dengan rendah hati menyumbangkan seekor kambing kurban.
Kebersamaan juga terlihat dengan kehadiran tokoh masyarakat I Wayan Mardika, Ketua Komunitas Jurnalis Pena NTT Apolo Daton beserta jajarannya, hingga tokoh muda GMNI Bali sekaligus Akademisi Universitas Udayana (Unud), Efata Borromeu Duarte. Mereka semua duduk bersama, seolah menegaskan bahwa persatuan adalah harga mati.
Ketua UJB Bali, Muhammad Ridwan, memecah keheningan dengan sorotan tajamnya. “Teman-teman selama ini sudah mengaku profesional, tapi saya kira ke depan kita perlu lebih bijak lagi,” ujarnya, menyentuh isu sensitif pemberitaan kedaerahan.
Ridwan menekankan pentingnya menghentikan narasi yang berpotensi memecah belah bangsa, sembari mendorong UJB untuk menjadi rumah yang tak hanya memikirkan kesejahteraan anggotanya, tetapi juga kreatif dalam program, mengingat anggotanya kini berasal dari berbagai platform media.
Zulfikar, yang juga hadir malam itu, tak ketinggalan menyuarakan pentingnya peran jurnalis. Baginya, wartawan memiliki kekuatan besar untuk mengangkat kegiatan lokal menjadi bernilai nasional, mendorong kolaborasi antarumat beragama agar nilai-nilai Pancasila benar-benar hidup di Bali. Senada dengan Zulfikar, Apolo Daton dari Jurnalis Pena NTT mengingatkan rekan-rekan untuk tidak menyebarkan narasi yang memicu konflik etnis. “Tugas kita adalah memberikan edukasi dan pelatihan, bukan menyebarkan stigma,” tegasnya.
Namun, di balik semangat kebersamaan ini, terbersit pula nada kekhawatiran dari tokoh masyarakat Bali, I Wayan Mardika. Ia merasakan adanya penurunan semangat toleransi dan silaturahmi di Bali, seiring dengan kesibukan hidup modern. “Dulu, momen-momen saling mengunjungi antarumat saat hari raya adalah hal biasa. Tapi kini makin jarang terlihat, terutama di Denpasar,” keluhnya, seolah mengajak semua yang hadir untuk merenung.
Baginya, membangun kembali solidaritas adalah tanggung jawab bersama, sebuah tugas yang diemban pemerintah, tokoh masyarakat, dan seluruh warga Bali demi menjaga keharmonisan yang telah lama menjadi ciri khas Pulau Dewata.
Maka, lebih dari sekadar perayaan Idul Adha, silaturahmi UJB Bali ini menjadi pengingat yang kuat. Bahwa di tengah keberagaman, kolaborasi lintas elemen masyarakat adalah kunci.
Bahwa jurnalis, dengan pena dan suaranya, memiliki peran strategis untuk membentuk narasi yang merekatkan, bukan memecah belah. Solidaritas, profesionalisme, dan etika, menjadi fondasi utama yang terus digaungkan malam itu, demi Bali dan Indonesia yang lebih harmonis. ***