Denpasar – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Bali melaporkan bahwa kinerja Industri Jasa Keuangan (IJK) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara menunjukkan ketahanan dan stabilitas yang terjaga hingga posisi Februari 2025. Penilaian ini didukung oleh fundamental yang kuat, termasuk permodalan yang solid, likuiditas yang memadai, serta profil risiko yang terkendali.
Data terbaru dari sektor perbankan di Bali dan Nusa Tenggara per Februari 2025 mengungkapkan adanya pertumbuhan baik dalam penyaluran kredit maupun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) dibandingkan periode sebelumnya.
Kepala OJK Provinsi Bali Kristrianti Puji Rahayu menyebutkan, total penyaluran kredit tercatat sebesar Rp231,1 triliun, mengalami pertumbuhan sebesar 5,81 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
“Angka ini menunjukkan sedikit perlambatan dibandingkan pertumbuhan pada Januari 2025 yang mencapai 6,77 persen yoy (Februari 2024: 11,34 persen yoy),” tutur Kristrianti Puji Rahayu dalam keterangan tertulisnya, Senin 14 April 2025.
Lebih lanjut, analisis berdasarkan jenis penggunaan kredit menunjukkan bahwa mayoritas kredit di Bali dan Nusa Tenggara, yakni sebesar 57,64 persen, disalurkan untuk keperluan produktif. Rinciannya, 33,82 persen dialokasikan sebagai Modal Kerja dan 23,82 persen dalam bentuk Investasi.
Lanjut Kristrianti Puji Rahayu, pertumbuhan kredit secara tahunan terutama didorong oleh peningkatan signifikan pada nominal kredit Investasi, yang bertambah sebesar Rp12,1 triliun atau tumbuh 28,16 persen yoy.
Angka ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Februari 2024 (27,24 persen yoy) dan Januari 2025 (29,43 persen yoy), mengindikasikan meningkatnya kepercayaan pelaku ekonomi terhadap kondisi di Bali dan Nusa Tenggara.
Dari sisi sektoral, penyaluran kredit didominasi oleh sektor Bukan Lapangan Usaha (konsumtif) sebesar 42,36 persen dan Sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 24,49 persen.
Kontributor utama pertumbuhan kredit berasal dari peningkatan penyaluran pada Sektor Penerima Kredit Bukan Lapangan Usaha yang bertambah Rp7,3 triliun (tumbuh 8,09 persen yoy), Sektor Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum sebesar Rp1,6 triliun (tumbuh 11,63 persen yoy), serta Sektor Pertanian, Perburuan dan Kehutanan sebesar Rp931 miliar (tumbuh 6,93 persen yoy).
Berdasarkan kategori debitur, sebesar 43,21 persen kredit di wilayah ini disalurkan kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), dengan pertumbuhan mencapai 3,32 persen yoy (Februari 2024: 10,52 persen yoy).
Kata Kristrianti Puji Rahayu , tingginya proporsi penyaluran kredit kepada UMKM menunjukkan komitmen perbankan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah.
Sejalan dengan pertumbuhan kredit, penghimpunan DPK juga mencatatkan tren positif. Pada Februari 2025, total DPK mencapai Rp275,7 triliun, tumbuh sebesar 8,26 persen yoy, sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Januari 2025 sebesar 10,26 persen yoy (Februari 2024: 15,59 persen yoy).
Peningkatan DPK ini terutama didorong oleh kenaikan nominal Tabungan sebesar Rp14,9 triliun dan Deposito sebesar Rp5,3 triliun dibandingkan Februari 2024.
Fungsi intermediasi perbankan, yang tercermin dari rasio Loan to Deposit Ratio (LDR), tercatat sebesar 83,82 persen pada Februari 2025. Angka ini sedikit meningkat dibandingkan posisi Januari 2025 sebesar 82,86 persen (Februari 2024: 85,76 persen).
“Peningkatan LDR ini disebabkan oleh pertumbuhan nominal penyaluran kredit yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan nominal DPK secara bulanan (month-to-month/mtm),” ungkap Kristrianti Puji Rahayu.
Kecukupan modal Bank Perkreditan Rakyat (BPR) di wilayah Bali dan Nusa Tenggara juga terpantau terjaga, sebagaimana tercermin pada rasio likuiditas (Cash Ratio/CR) dan rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR). Rasio CR BPR di Bali tercatat 14,55 persen, Nusa Tenggara Barat 13,97 persen, dan Nusa Tenggara Timur 8,32 persen. Sementara itu, CAR BPR di Bali mencapai 36,03 persen, Nusa Tenggara Barat 47,09 persen, dan Nusa Tenggara Timur 46,88 persen.
OJK meyakini bahwa tingginya permodalan perbankan mampu menahan potensi risiko dan akan terus mendorong kinerja intermediasi dengan tetap memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan pembiayaan dan likuiditas.
Dari sisi kualitas aset, kredit perbankan di Bali dan Nusa Tenggara tetap terjaga di bawah batas aman (threshold 5 persen), dengan rasio Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 3,09 persen. Angka ini sedikit lebih tinggi dibandingkan posisi Februari 2024 yang sebesar 2,51 persen.
Tegas Kristrianti Puji Rahayu, ke depan, OJK menekankan perlunya kewaspadaan terhadap potensi risiko perbankan, terutama risiko pasar dan dampaknya terhadap likuiditas seiring dengan sentimen suku bunga global yang masih tinggi.
Selain itu, potensi peningkatan risiko kredit pasca berakhirnya relaksasi kredit restrukturisasi terkait Covid-19 pada akhir Maret 2024 juga menjadi perhatian. Untuk itu, perbankan diimbau untuk terus memperkuat daya tahan melalui peningkatan permodalan, menjaga coverage Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP) secara memadai, serta rutin melakukan stress test untuk mengukur kemampuan modal dalam menyerap potensi risiko. ***