Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menemukan setidaknya tujuh muatan progresif dalam Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) yang baru saja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR.
DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi undang-undang. Pengesahan itu diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2021-2022, Selasa (12/4-2022).
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Livia Istania DF Iskandar mengungkapkan ada tujuh muatan yang dinilai sangat progresif terkait perlindungan saksi dan korban. Sebelumnya, saat pembahasan RUU TPKS, LPSK tergabung dalam tim pemerintah yang dipimpin Menteri PPPA Bintang Puspayoga, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edy OS. Hiariej, perwakilan kementerian terkait beserta aparat penegak hukum.
LPSK: Perma 1/2022 Harapan Baru bagi Korban Tindak Pidana
Livia Istania DF Iskandar menyebutkan, tujuh muatan yang dinilai sangat progresif itu, pertama, terkait restitusi.
Pengaturan mengenai restitusi tetap mengedepankan tanggung jawab pelaku, mulai dari menuntut pembayaran oleh pelaku, pembebanan pihak ketiga, sita harta kekayaan pelaku, hukuman tambahan jika pelaku tidak mampu membayar atau tidak adanya pihak ketiga.
“Dalam RUU, ada tanggung jawab negara apabila pelaku tidak mampu membayar restitusi. Sedangkan dalam hal terpidana merupakan korporasi, dilakukan penutupan sebagian tempat usaha dan atau kegiatan usaha korporasi paling lama 1 (satu) tahun,”ujar Livia Istania DF Iskandar.
Moeldoko Pastikan Keterlibatan Masyarakat Sipil dalam Pembahasan RUU TPKS