Kedua, pengaturan tentang dana bantuan korban (Victim Trust Fund). Livia menuturkan, dana bantuan korban diberikan dalam hal harta kekayaan pidana yang disita tidak mencukupi untuk pembayaran restitusi, maka negara memberikan kompensasi sejumlah restitusi yang kurang bayar kepada korban dengan putusan pengadilan.
Dana bantuan korban itu dapat diperoleh dari lembaga filantrofi, masyarakat, individu, tanggung Jawab sosial perusahaan, dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat serta anggaran negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan mengenai sumber, peruntukan dan pemanfaatan dana bantuan korban akan diatur kemudian melalui peraturan pemerintah.
Gandeng Konferensi Waligereja, LPSK Gelar Pemberdayaan Kelompok Ekonomi Korban di Yogyakarta
Lanjut dia, ketiga, perlindungan korban. Mekanisme perlindungan dilakukan dengan tahapan: perlindungan sementara oleh kepolisian, atau dapat langsung mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK paling lambat 1×24 jam; dan perlindungan sementara diberikan untuk waktu paling lama 14 hari.
Untuk keperluan perlindungan, dapat dilakukan pembatasan gerak pelaku dan kepolisian wajib mengajukan permintaan perlindungan kepada LPSK serta pemberian perlindungan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pembatasan gerak pelaku juga telah diakomodir dalam RUU dimana berdasarkan permintaan korban, keluarga, penyidik, penuntut umum atau pendamping hakim dapat mengeluarkan penetapan pembatasan gerak pelaku dalam jarak dan waktu tertentu,” beber Livia Istania DF Iskandar.
KSP: Indonesia dalam Kedaruratan Kekerasan Seksual, RUU TPKS Dikebut