Jakarta– Pratama Dahlian Persadha, Direktur Eksekutif dari Communication and Information System Security Research Center (CISSReC), mendesak Google untuk bertanggung jawab atas kesalahan informasi nilai tukar rupiah yang ditampilkan sebesar Rp 8.170 per dolar AS.
Menurutnya, informasi dari Google sering dijadikan acuan oleh masyarakat di berbagai negara, sehingga kesalahan ini dapat menimbulkan kebingungan, keresahan, dan bahkan kegaduhan.
“Google harus bertanggung jawab karena telah ikut menyebarkan berita bohong mengenai nilai tukar rupiah terhadap dolar AS,” tegas Pratama Dahlian Persadha dikutip dari Beritasatu.com
Sebelumnya, nilai tukar rupiah di Google sempat tercatat sebesar Rp 8.170 per dolar AS, sebuah penguatan yang sangat signifikan.
Namun, pada kenyataannya, pada hari Jumat (31/1/2025), nilai tukar rupiah justru melemah 40 poin atau 0,25 persen menjadi Rp 16.297 per dolar AS.
Pratama Dahlian Persadha juga menyoroti lambatnya respons Google dalam memperbaiki kesalahan ini. “Terlalu lama respons perbaikannya. Padahal info yang salah ini sudah berlangsung sejak beberapa waktu yang lalu,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pratama menduga ada empat kemungkinan penyebab terjadinya kesalahan pada Google. Pertama, ia menduga adanya kesalahan teknis.
Platform penyedia informasi nilai tukar, seperti Google, mungkin mengalami bug atau kesalahan teknis pada sistemnya, yang menyebabkan nilai tukar ditampilkan tidak akurat,” ujarnya.
Kedua, menurut Pratama, perbedaan sumber data juga menjadi penyebab. Google kemungkinan mengambil data dari sumber atau penyedia informasi nilai tukar mata uang yang berbeda
“Ketiga, bisa juga karena salah ketik atau salah input data yang bikin Google jadi ‘error’. Data bisa aja salah masukin atau ada kesalahan manusia pas input angka ke sistem, alhasil informasinya jadi salah buat pengguna,” katanya.
Keempat, peretasan yang bikin sistem jadi ‘diobok-obok’ atau disalahgunain. Tapi, Google jarang banget bisa diretas.
“Mungkin aja ada yang coba meretas, memanipulasi, atau menyalahgunakan sistem yang bikin nilai tukarnya jadi nggak akurat,” katanya. ***