KabarNusa.com – Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap terdakwa kasus korupsi proyek Hambalang Anas Urbaningrum yang memvonis delapan tahun penjara dinilai sarat intervensi kekuasaan.
Sekretaris Jenderal DPP Gerakan Pemuda Nusantara Muhamad Adnan melihat aroma politik kasus Anas, yang merupakan bayi yang tidak diharapkan kelahirannya di internal Demokrat itu, sejak awal kental nuansanya.
Dimulai desakan Presiden SBY dari Madinah Almukaromah pada awal Februari 2013, agar KPK memperjelas status hukum Anas, karena sudah sangat dekat dengan agenda agenda politik seperti pencalonan anggota DPR, DPRD.
Demikian juga, kasus sprindik bocor yang melibatkan pimpinan puncak KPK dimana saat pemeriksaan komite etik KPK menolak menyerahkan telepon genggamnya untuk diperiksa.
Anas menemukan panggungnya ketika proses peradilan berjalan. Dalam proses persidangan terbuka, tuduhan yang ditimpakan kepadanya satu persatu mulai terkuak dan terbuka.
Saksi saksi dalam persidangan dibawah sumpah jumlahnya 96 orang baik yang dihadirkan KPK maupun pihak pengacara Anas antara lain Rosa Manulang, Teuku Bagus, Mahfudz Surosa,Wafidz Muharom sebagian besar meringankan Anas.
Hanya 4 orang saksi yaitu Nazar, Neneng isteri Nazar dan dua orang supirnya yang memberatkan Anas.
Yang menggelikan dan ini bisa berdampak pada kredibiltas KPK, Majelis Hakim menegur keras Jaksa KPK agar saksi saksi yang dihadirkan harusnya memberatkan terdakwa bukan malah meringankan terdakwa.
“Publik terbelah, arah angin yang selama hampir 2 tahun ini memojokan AU di pinggir ring arena maka sekarang justru berbalik arah,” terang Adnan dalam keterangan tertulisnya diterima KabarNusa.com. Kamis (25/9/2014).
Kengototan Jaksa KPK menuntut AU 15 tahun penjara dengan sejumlah denda, plus tuntutan mahkota mencabut hak politik terdakwa, dibaca publik sebagai kedzoliman KPK kepada Anas dengan memunculkan istilah hukum baru yaitu korupsi politik
“Berdasarkan bukti dan fakta fakta dipersidangan, apabila majelis hakim tidak diintervensi oleh anasir anasir dari luar pengadilan seperti kekuasaan,” tegasnya.
Bila hakim berani berpihak pada keadilan dan kebenaran subtansial maka dapat dipastikan, Anas akan melenggang bebas dari jeratan hukum yang membelitnya. (kto)