Kabarnusa.com, Nusa Dua – Jika konsumsi pangan tidak ditingkatkan maka postur orang Indonesia dalam satu generasi bakal lebih kecil dari postur orang Malaysia.
Kebutuhan pangan yang semakin meningkat, juga dapat mengancam Ketahanan pangan rakyat Indonesia. Untuk itu, mendesak dilakukan upaya meningkatkan produksi pangan dalam negeri dan menekan impor.
“Ketahanan pangan kita terganggu, bisa dilihat dari indikasi dari rendahnya konsumsi gizi,” ujar Ketua Dewan Pembina Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Siswono Yudo Husodo di sela The 5th ASIAHORCs (Head of Research Councils in Asia) di Nusa Dua, Bali, Rabu (27/11/2013).
Ketergantungan Indonesia akan produk impor semakin sulit dikendalikan lihat saja, untuk lauk yang cukup populer bagi masyarakat seperti tempe dan tahu saja harus mengimpor.
Kedua bahan pangan kaya protein sebagian besar masyarakat Indonesia namun 75 persen kedelai berasal dari impor.
“Ini sangat disesalkan,” kata mantan Menteri Transmigrasi yang kini anggota Komisi IV DPR RI.
Selain, kedelai, Orang Indonesia, juga rata-rata mengkonsumsi 6 kilogram atau 14 butir telur per orang per tahunnya. Jadi, setiap minggu hanya mengkonsumsi dua butir telur.
Jumlah ini jauh lebih rendah dibanding orang Malaysia yang mengkonsumsi 41 kg telur per orang per tahunnya.
Demikian juga dengan konsumsi daging, setiap tahunnya rata-rata orang Indonesia mengkonsumsi 7 kg.
“Jumlah ini jauh lebih kecil dibanding konsumsi orang China sebanyak 43 kg per orang per tahun,” imbuhnya.
Siswono mengkhawatirkan, dengan rendahnya konsumsi pangan masyarakat juga terlihat dari konsumsi sumber daya ikan. Padahal, ikan banyak tersebar di sungai, danau dan laut.
“Kita baru mengkonsumsi 26 kg ikan per orang per tahun, jauh lebih rendah dibanding konsumsi orang Jepang sebanyak 60 kg per orang setiap tahunnya,” sebutnya.
Pun, dengan konsumsi susu orang Indonesia baru sebanyak 12,8 liter setiap tahuun per orang.
Jumlah itu, tertinggal jaug dari orang India sebanyak 60 liter per orang per tahunnya.
Kondisi rendahnya konsumsi pangan masyarakat Indonesia, sambung dia, tak lain disebabkan Kemiskinan menjadi masalah utama.
Akibat kemiskinan, membuat daya beli masyarakat terhadap makanan semakin rendah.
“Jika tidak ditingatkan konsumsi mereka, dalam satu generasi orang Indonesia akan lebih kecil dari orang Malaysia, tentu juga kalah cerdas,” kata Siswono mengigatkan. (rma)