Wamenkum dan Haris Azhar Debat RUU KUHAP: Perlindungan HAM dan Peran Advokat Jadi Sorotan

Wamenkumham Edward O. S. Hiariej, berdebat dengan HAM Haris Azhar terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

10 Agustus 2025, 20:26 WIB

Yogyakarta – Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward O. S. Hiariej, atau yang akrab disapa Prof. Eddy, berdebat dengan aktivis hak asasi manusia (HAM) Haris Azhar terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Diskusi terbuka yang digelar di area Masjid Baitul Qohar, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, pada Sabtu (09/08/2025) ini, menyoroti pentingnya perlindungan HAM dan peran advokat dalam sistem peradilan pidana.

RUU KUHAP: Bukan Hanya Memproses, tapi Melindungi Hak Asasi Manusia

Prof. Eddy menegaskan bahwa filosofi RUU KUHAP bukanlah semata-mata untuk memproses tersangka, melainkan untuk melindungi hak asasi manusia dari kesewenang-wenangan negara.

Menurutnya, RUU ini dirancang untuk mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk hak korban, tersangka, perempuan, saksi, hingga penyandang disabilitas.

“Ketika berbicara mengenai hak korban, hak tersangka, hak perempuan, hak saksi, hak disabilitas, itu semua akan kita tampung karena pengarusutamaan dari filosofis hukum pidana tidak lain dan tidak bukan adalah untuk melindungi hak asasi manusia dari kesewenang-wenangan individu,” jelas Eddy.

Ia mengakui bahwa dalam hukum acara pidana terdapat dua kepentingan yang bertentangan, yaitu pelapor dan terlapor.

Oleh karena itu, hukum acara pidana harus diramu secara netral. Di satu sisi, aparat penegak hukum memiliki kewenangan, namun di sisi lain, kewenangan tersebut harus dikontrol demi melindungi HAM.
Peran Advokat Menguat Sejak Tahap Penyelidikan

Untuk menyeimbangkan kewenangan besar polisi dan jaksa, Prof. Eddy menekankan bahwa RUU KUHAP akan memperkuat dan memposisikan advokat sederajat dengan aparat penegak hukum tersebut. Ia menyebut peran advokat dalam RUU KUHAP bersifat imperatif.

“Peran advokat sangat sentral karena mulai seseorang ketika dipanggil, belum masuk ke penyidikan, ketika dia dipanggil untuk dimintai klarifikasi atau keterangan pada tahap penyelidikan itu dia wajib didampingi oleh advokat,” ucap Eddy.

Lebih lanjut, advokat tidak hanya mendampingi secara pasif. Mereka berhak mengajukan keberatan yang wajib dicatatkan dalam berita acara pemeriksaan. Hal ini, menurut Eddy, akan membuat proses penyelidikan lebih transparan.

Kritik dan Masukan dari Haris Azhar

Sementara itu, Haris Azhar menyoroti perlunya judicial scrutiny, yaitu pengawasan terhadap kinerja penegak hukum.

Ia berpendapat bahwa KUHAP yang berlaku saat ini sudah usang, baik dari sisi peristilahan, konsep pidana, maupun lemahnya restorative justice. Oleh karena itu, momentum berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru harus diimbangi dengan KUHAP yang baru.
Haris juga mengusulkan agar pengungkapan kebenaran dimulai sejak tahap penyelidikan.

Menurutnya, setiap laporan yang dihentikan atau dilanjutkan harus memproduksi laporan faktanya.

“Dilanjutkan atau dihentikan atas dasar ketiadaan alat bukti atau karena dia restorative justice, maka dia harus memproduksi suatu laporan truth-nya itu, faktanya,” usul Haris.

Pemerintah Terbuka dengan Masukan Publik

Menanggapi hal tersebut, Wamenkumham Edward O. S. Hiariej setuju dengan gagasan Haris Azhar. Ia mengakui bahwa KUHAP yang berlaku saat ini lebih fokus pada kewenangan aparat penegak hukum, bukan pada perlindungan HAM. Oleh sebab itu, RUU KUHAP disusun dengan prinsip due process of law untuk menjamin dan melindungi hak-hak individu.

Eddy juga sependapat dengan perlunya pengungkapan kebenaran untuk memberikan kepastian hukum. Adanya laporan fakta akan menjadi dasar pertimbangan, misalnya jika seseorang mengulangi tindak pidana, ia tidak bisa lagi mendapatkan restorative justice.

“Benar yang dikatakan Bang Haris, pengungkapan kebenaran itu harus ada. Karena kalau tidak kan dia tidak tahu dia benar atau salah. Nanti kasihan itu korban tidak mempunyai kepastian hukum,” kata Eddy.

Pemerintah menegaskan bahwa RUU KUHAP masih terbuka untuk diperdebatkan dan akan ada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama DPR. Kementerian Hukum juga mencatat setiap masukan dari masyarakat secara rinci sebagai bentuk partisipasi yang bermakna (meaningful participation). ***

Berita Lainnya

Terkini