Kabarnusa.com – Warga menganggap pengelola Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali arogan dalam menelorkan kebijakan dan pengembangan bandara karena kerap tidak melibatkan mereka.
Akibatnya, kerap terjadi miskomunikasi antara pihak Angkasa Pura Ngurah Rai I dan warga seperti dalam kasus penutupan akses jalan bandara ke Kuta lewat Jalan Dewi Sartika.
“Dahulu semasa istilah Kepala Cabang (Kacab), komunikasi relatif bagus kepada bendesa adat Tuban, hanya belakangan minim, masyarakat tidak pernah diajak bersosialisasi terkait kebijakan bandara menutup satu arus lalulintas di jalan Dewi Sartika menuju Kuta,”jelas Klian Baga Pawongan Desa Adat Tuban, Yuda Astawa kepada wartawan lewat sambungan telefon.
Dia mengingatkan, agar koordinasi dan komunikasi hanya dilakukan dengan pejabat lokalan seperri camat, lurah dan kapolsek.
Dia mengkritik pernyataan bandara yang mengklaim sudah melakukan sosialisasi dengan warga terkait perubahan arus tersebut.
“Seharusnya arogansi bandara jangan seperti sekarang, menutup sepihak tanpa berkoordinasi dan mensosialisasikan langsung kepada masyarakat,” imbuhnya.
Apalagi, jalan sebagai fasilitas yang dipakai untuk kepentingan umum.
“Jika dikatakan jalan tersebut merupakan internal bandara, kenapa dulu dibuat jalan. Dan itu sudah jadi akses masyarakat umum menuju Kuta dan perumahan di sekitarnya,” sambungnya.
Pihaknya berharap ke depan pihak bandara diminta lebih berkoordinasi dengan masyarakat.
PAda dasarnya, masyarakat menginginkan adanya hubungan harmonis dengan pihak Angkasa Pura.
“Supaya tidak terjadi mis komunikasikan berujung pada permasalahan yang berpolemik di masyarakat,” tutupnya. (kto)