Lanjut Tulus Abadi, dari aspek ATP (Ability to Pay) diperoleh angka bahwa ATP penumpang utk jarak 25 km pertama sebesar Rp 4.285 (tarif eksisting Rp 3.000).
Sedangkan untuk jarak 10 km pertama, ATP penumpang sebesar Rp 1.605 (tarif sekarang Rp 2.000).
“Artinya aspek ATP penumpang utk jarak 10 km pertama lebih rendah drpd tarif eksisting,” sambungnya.
Ratusan Ribu Netizen Ikuti Scoopy Style, Ajak Anak Muda Berkreasi
Sementara itu, dari aspek WTP (Willingness to Pay) diperoleh angka bahwa nilai WTP penumpang utk 25 km pertama adalah Rp 5.156, sedangkan utk 10 km pertama nilai WTP-nya Rp 2.177;
Dari hasil analisis data, kombinasi antara aspek ATP dan WTP, rekomendasinya adalah; ada potensi bagi pemerintah untuk menaikkan tarif KRL sebesar Rp 5.000 utk jarak 25 km saja. Sedangkan utk jarak 10 km pertama tidak perlu dinaikkan, krn nilai ATP-nya lebih rendah dari tarif eksisting.
Selain itu, terkait dampak pandemi Covid-19, juga diperoleh data bahwa dampak thd penumpang cukup dalam. Karena, 830 (lbh dari 40%) responden mengaku pendapatannya turun, pada kisaran 25%, bahkan sampai 100%.
YLKI Tolak Rencana Kemenhub Naikkan Tarif Ojol
Sementara itu, ironisnya, sebanyak 414 responden (lbh dari 25%) mengalami kenaikan pengeluaran. Jika mengacu pada aspek ini, maka sebaiknya pemerintah menambah dana PSO utk PT KAI, agar tidak terjadi kenaikan tarif KRL.
Demi menjaga keberlangsungan pelayanan pada konsumen, maka penambahan biaya operasional bagi KRL mutlak diperlukan.
Penambahan dana operasional dimaksud bisa atas penambahan dana PSO, atau kenaikan tarif pada konsumen. YLKI lebih memilih penambahan dana PSO. ***