Pasalnya, ada satu barang yang sama, kualitasnya sama, tetapi harganya berbeda-beda. Sudah pasti nantinya akan menimbulkan berbagai anomali, distorsi bahkan ‘moral hazard’.
Dari sisi daya beli, kebijakan pembatasan BBM juga akan memukul daya beli konsumen, khususnya pengguna roda empat pribadi, yang selama ini menggunakan BBM pertalite.
“Sebab pengguna pertalite jika bermigrasi ke pertamaks berarti kenaikan harganya sebesar Rp 5.500 per liter,” sebutnya.
YLKI: Tidak Pantas Rokok Dibuatkan SNI, Bisa Menjadi Bahan Tertawaan Dunia
Kenaikan ini, jauh lebih tinggi daripada kenaikan harga pertamaks itu sendiri, naik dari Rp 9.000 menjadi Rp 12.500 (naik Rp 3.000/liter).
Lanjut Tulus Abadi, secara politis, kebijakan ini juga bisa dikatakan sebagai bentuk ambigu. Disatu sisi pemerintah tidak mau menggunakan terminologi kenaikan harga, tetapi praktiknya terjadi kenaikan harga, malah jauh lebih tinggi.
Secara teknis, kebijakan ini jika diterapkan sangat menyulitkan dalam pengawasan, dan menyulitkan petugas SPBU.
Pengamat Ekonomi UGM: Kenaikan Harga Pertalite dan Tarif Listrik Picu Inflasi
Bahkan bisa menimbulkan chaos pelayanan di SPBU, apalagi SPBU di kota kota besar, atau di jalan utama, seperti jalan nasional, bahkan jalan provinsi.
“Di seluruh dunia harga bbm adalah tunggal, tidak ada dual price, apalagi triple price. Jika ini diterapkan pasti buntutnya runyam,” tegas dia.
Untuk itu, YLKI menyarakan, pemerintah jangan membuat kebijakan yang berpotensi menimbulkan masalah baru. Jangan ingin mengatasi masalah, tapi berpotensi menciptakan komplikasi masalah.
Pertamina: Kanaikan Harga BBM Tidak Bisa Dihindari, Dampak Melambungnya Minyak Dunia
“Jika ingin mensubsidi bbm, maka seharusnya melalui subsidi tertutup, subsidi pada orangnya, bukan subsidi pada barang,” tukasnya.
Subsidi pada barang, terbukti banyak penyimpangannya dan tidak tepat sasaran. Namun demikian, data subsidi Kemensos perlu diupgrade, agar lebih adil dan komprehensif.
“Terakhir, jika harga minyak mentah dunia masih terus melambung, maka Pemerintah seharusnya berani mengambil kebijakan yg terukur dan rasional, yakni melakukan review harga bbm,” demikian Tulus Abadi. ***