Yogyakarta– Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Dr. (H.C.) Ir. Airlangga Hartarto, M.B.A., M.M.T., secara lantang menegaskan, hilirisasi bukan sekadar kebijakan, melainkan fondasi vital yang akan membawa Indonesia melonjak “naik kelas” dalam persaingan ekonomi dunia.
Pernyataan transformatif ini disampaikan dalam sesi Grafika Talkshow di Gedung Smart Green Learning Center (SGLC), Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) baru-baru ini.
“Hilirisasi adalah kunci untuk membawa Indonesia naik kelas!” seru Airlangga, menandaskan urgensi kolaborasi epik antara tiga pilar: kampus, industri, dan pemerintah, demi mengakselerasi transformasi ekonomi nasional.
Airlangga menyoroti sektor hilirisasi nikel sebagai game changer utama di panggung global.
Indonesia, menurutnya, berada dalam posisi yang sangat strategis karena telah berhasil mengamankan kolaborasi antara tiga raksasa industri nikel dunia dengan perguruan tinggi dalam negeri.
“Kami berharap kerja sama serupa dapat diperluas agar perguruan tinggi semakin relevan dengan kebutuhan industri,” ucapnya, menekankan pentingnya sinergi akademis-industri.
Untuk menjawab kebutuhan pasar internasional yang haus akan tenaga kerja terampil, khususnya welder atau juru las profesional, pemerintah mengambil langkah berani.
Airlangga mengungkapkan target ambisius untuk mencetak 100 ribu tenaga welder dan meluncurkan skema magang masif.
“Selama enam bulan, peserta magang akan memperoleh kompensasi setara UMR, seluruh biayanya ditanggung pemerintah,” ungkapnya.
Skema ini dirancang untuk segera mempercepat penyerapan tenaga kerja muda di berbagai sektor strategis.
Tak hanya itu, pemerintah juga memberikan dukungan besar bagi inovasi melalui kebijakan kredit berbasis Kekayaan Intelektual (IP).
“Mulai tahun depan, kita alokasikan Rp10 triliun untuk kredit berbasis IP atau ekonomi kreatif. Ini peluang besar bagi kampus dan startup!” tegas Airlangga, membuka jalan bagi ekosistem inovasi di perguruan tinggi.
Airlangga juga tak segan melontarkan kritik konstruktif, menyinggung ketertinggalan signifikan Indonesia dalam menghadapi revolusi teknologi.
Ia membandingkan, Singapura sudah memiliki 450 startup AI, sementara Indonesia baru mencapai 45.
“Ini harus menjadi PR bagi UGM dan perguruan tinggi lain,” tegasnya.
Hilirisasi mineral—mulai dari nikel, tembaga, hingga rare earth metals—ditegaskan sebagai fondasi esensial bagi industri masa depan: dari energi, manufaktur canggih, hingga teknologi pertahanan.
Menutup kuliah umumnya, Airlangga melemparkan tantangan akhir dengan target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen.
“Ke depan, kita harus memperkuat Science, Technology, Engineering, Art, dan Mathematics. Potensi akademis harus dimaksimalkan. Itu hanya mungkin jika kita berlari, bukan berjalan,” tandasnya.
Acara tersebut semakin diperkuat dengan komitmen industri, ditandai dengan penyerahan peralatan laboratorium canggih ICP-MS Nation 100 dari PT Eco-Energi Perkasa CNGR Indonesia kepada Fakultas Teknik UGM.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha, dan Kerja Sama UGM, Dr. Danang Sri Hadmoko, menyambut baik bantuan tersebut.
“Sangat strategis untuk melengkapi instrumen yang sudah ada di Fakultas Teknik dan memperkuat kapasitas riset serta memperkaya ekosistem inovasi,” pungkasnya. ***

