AJI Soroti Pelanggaran Jurnalistik yang Dilakukan 10 Televisi

28 Januari 2016, 18:13 WIB
664xauto survei kpi ini 10 program tv indonesia paling berkualitas 151130f
ilustrasi (foto:dream.co.id)

Kabarnusa.com – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai televisi swasta masih kerap melakukan pelanggaran jurnalistik dengan menayangkan penayangan adegan kekerasan, sadistis, perbincangan yang melanggar norma kesopanan hingga soal kesusilaan.

Ketua Umum AJI Indonesia Suwarjono mengungkapkan hal itu terkait rencana uji publik pada 10 stasiun televisi yang dilakukan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Kesepuluh televisi yang menjadi sorotan AJI adalah (RCTI, SCTV, Indosiar,MNCTV, ANTV, TVOne, MetroTV, TransTV , Global TV dan TV7) yang akan habis masa izin siaran tahun ini.

“Yang menjadi sorotan lebih pada persoalan jurnalistik dan kepemilikan, khususnya di 10 stasiun televisi tersebut,” kata Suwarjono dalam siaran persnya diterima Kabarnusa.com, Kamis (28/1/2016).

Ada sejumlah catatan AJI, pertema masih sering terjadi pelanggaran jurnalistik. Dari data KPI yang ada di website.

Kesepuluh stasiun TV ini berkali-kali mendapat teguran dan peringatan karena pelanggaran
jurnalistik yang mengacu pada P3 dan SPS (Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran).

Contoh pelanggaran yang sering muncul adalah penayangan adegan kekerasan, sadistis, perbincangan yang melanggar norma kesopanan, kesusilaan,perlindungan pada anak dan remaja, pelanggaran etika
jurnalistik dan lain-lain.

Yang kedua, Kepentingan politik yang kuat. Pada tahun 2014, AJI menyampaikan musuh kebebasan pers tahun itu adalah penanggungjawab 3 grup stasiun TV yaitu MNC, TVOne dan MetroTV.

“Karena keberpihakan politik  dan ketidakberimbangan berita yang mencerminkan pilihan politik para pemilik stasiun televisi tersebut,” jelas dia sembari menyebut hal itu terlihat jelas saat Pemilu 2014.

Karenanya, AJI Indonesia memberikan masukan kepada KPI agar pertama mendesak KPI dan Kominfo untuk melakukan audit dan penilaian menyeluruh pada praktek jurnalistik pada 10 televisi.

Dan selama masa penilaian/audit, ke 10 televisi tersebut diberi izin uji coba selama satu tahun untuk membenahi standar praktek jurnalistik TV yang sesuai dengan P3 dan SPS.

Kedua, mendesak KPI dan Kominfo meninjau ulang kepemilikan lembaga penyiaran swasta yang patut diduga terjadi pelanggaran atas UU nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.

Pasal 18 ayat (1) menyebutkan pemusatan kepemilikan lembaga penyiaran swasta oleh satu orang atau
satu badan hukum, dibatasi.

Demikia juga, Peraturan Pemerintah nomor 50/2005 pasal 32 ayat (1) menyebutkan penyelenggaraan penyiaran oleh lembaga swasta, satu badan hukum atau satu orang hanya dibolehkan memiliki dua izin penyiaran yang berlokasi di dua provinsi berbeda.

Yang ketiga, agar stasiun TV dapat independen melakukan siaran dari intervensi politik pemiliknya, maka selama masa uji coba setahun.

Para pemilik atau/pemimpin perusahaan TV yang menjadi pengurus/ketua partai politik harus melepaskan salah satu jabatan, entah sebagai pemilik/pimpinan TV atau pengurus partai politik.
Pemilik atau emimpin stasiun televisi dilarang menjadi pengurus partai politik atau memegang jabatan publik.

Keempat, Bila dalam masa uji coba, sebuah stasiun TV tidak dapat memenuhi standar jurnalistik
sesuai P3 dan SPS dan masih ada pengurus partai politik dalam pimpinan stasiun TV, maka izin siaran tidak perlu diperpanjang.

“AJI Indonesia berharap membuat uji publik ini tidak hanya diterapkan pada 10 stasiun
televisi ini, tetapi menjadi tradisi KPI untuk lembaga-lembaga penyiaran yang lain,” demikian Suwarjono. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini