Jakarta – Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk mendirikan Sekolah Rakyat di seluruh wilayah Indonesia menuai dukungan positif dari kalangan akademisi.
Rektor Universitas Negeri Makassar, Prof. Dr. Harris Arthur Hedar, menilai inisiatif ini sebagai langkah cerdas yang menunjukkan kepedulian negara terhadap pendidikan rakyat.
Menurut Prof. Harris, yang juga menjabat Wakil Rektor Universitas Jayabaya, program ini mengadopsi pendekatan holistik untuk memutus rantai kemiskinan ekstrem dan mengatasi tingginya angka putus sekolah.
Dampaknya tak hanya menyentuh siswa, tetapi juga keluarga dan masyarakat secara luas.
“Pendekatan yang holistik ini bertujuan memutus rantai kemiskinan antargenerasi melalui pendidikan.
Karena keluarga miskin dengan anak putus sekolah sangat mungkin akan menghasilkan generasi miskin berikutnya. Di sinilah nilai strategis dari program ini,” ujar Prof. Harris pada Rabu (27/8).
Prof. Harris menambahkan, model sekolah dengan asrama bagi anak-anak miskin dan putus sekolah tidak hanya menjamin akses pendidikan, tetapi juga meningkatkan taraf hidup mereka.
Hal ini dilakukan melalui penyediaan fasilitas akomodasi dan nutrisi yang layak.
Selain pendidikan akademik, sekolah berbasis asrama juga akan membina karakter siswa. Hasilnya, individu yang lebih sehat, terampil, dan berdaya saing akan tercipta.
Menurut Prof. Harris, kebijakan Presiden Prabowo, mulai dari Sekolah Rakyat hingga program makan bergizi gratis, bertujuan untuk membangun ketahanan nasional, dengan fokus pada peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM).
“Selain ketahanan energi, pangan, dan pertahanan keamanan, Presiden juga menekankan pembangunan manusia sebagai fokus utama,” jelasnya.
Kebangkitan Konsep Sekolah Rakyat
Prof. Harris optimistis, bila program ini konsisten dijalankan hingga menjangkau daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar), maka Indonesia Maju akan semakin nyata.
Gagasan Sekolah Rakyat sebetulnya bukan hal baru dalam sejarah pendidikan Indonesia. Pada masa awal kemerdekaan, konsep Sekolah Rakyat (SR) hadir untuk memberikan pendidikan dasar bagi anak-anak dari keluarga sederhana.
Jenjang pendidikan enam tahun ini kemudian digantikan dengan Sekolah Dasar (SD) pada era 1970-an.
Kini, istilah tersebut dihidupkan kembali oleh Presiden Prabowo dengan semangat baru.
Bedanya, Sekolah Rakyat modern tidak hanya menjadi ruang belajar, tetapi juga pusat pemberdayaan dengan konsep asrama, penyediaan gizi, dan pembinaan karakter.
Transformasi ini dipandang strategis untuk menyelesaikan akar persoalan pendidikan dan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
“Kalau ini berlanjut hingga ke pelosok dan daerah 3T, kita akan melihat generasi baru Indonesia yang lebih sehat, berpendidikan, dan memiliki daya saing global,” tutup Prof. Harris. ***