Yogyakarta – Memperingati Hari Buruh Internasional (May Day) pada Kamis, 1 Mei 2025, ribuan buruh dan pekerja dari berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar aksi unjuk rasa.
Massa mulai berkumpul di Tugu Pal Putih sekitar pukul 09.00 WIB, kemudian bergerak menuju area Parkir Abu Bakar Ali (ABA).
Dalam aksi tersebut, para peserta membawa berbagai poster berisi tuntutan.
Selain isu-isu terkait hak buruh dan upah layak, perhatian utama juga tertuju pada penolakan rencana penggusuran Parkir ABA dan permukiman warga di Lempuyangan.

Bahkan, sejumlah pengemudi becak turut bergabung dalam aksi untuk menyuarakan aspirasi mereka.
Ketua DPD Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) DIY, Kinardi, menyampaikan bahwa aksi May Day kali ini memiliki perbedaan signifikan. Selain memperjuangkan hak-hak buruh, mereka juga menunjukkan solidaritas terhadap warga ABA yang terancam penggusuran untuk proyek Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Di sela-sela aksi, Kinardi menyatakan, “Hari ini ada yang berbeda, mengapa? Karena selain aksi May Day, kita juga bersama teman-teman (ABA). Di sinilah kita melakukan deklarasi anti-penggusuran bagi warga Abu Bakar Ali (ABA), yang hari ini sebentar lagi akan digusur oleh pemerintah.”
Deklarasi penolakan penggusuran kemudian dibacakan oleh Ketua Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsad Ade Irawan, di hadapan seluruh peserta aksi. Dalam orasinya, Irsad menegaskan bahwa tanah merupakan ruang hidup dan tempat tinggal adalah hak asasi setiap manusia.
Ia menyatakan penolakan tegas terhadap segala bentuk penggusuran, perampasan tanah, dan komersialisasi ruang hidup yang merugikan masyarakat. Irsad juga menekankan bahwa pembangunan seharusnya tidak mengorbankan rakyat dan sejarah Yogyakarta dibangun atas semangat gotong royong serta solidaritas antar warga, bukan atas dasar kepentingan penguasa atau penggusuran.
Sebagai bentuk pernyataan sikap, seluruh elemen masyarakat Yogyakarta yang hadir dalam aksi tersebut menyampaikan tujuh poin tuntutan:
Menolak relokasi pedagang Malioboro yang mengatasnamakan Sumbu Filosofi jika pada akhirnya mereka tidak mampu hidup layak.
Orasi diakhiri dengan penegasan, “Jogja bukan untuk dijual (didol) tapi Jogja untuk rumah bersama.”
Mewakili masyarakat di sekitar Parkir ABA, Doni Rulianto selaku pengelola lokasi tersebut menyampaikan permohonan dukungan dan solidaritas kepada seluruh peserta aksi untuk menolak rencana penggusuran. Ia mengungkapkan bahwa keberadaan mereka di ABA adalah sumber mata pencaharian utama dan penggusuran akan berdampak sangat besar bagi kehidupan mereka.
Setelah menyampaikan aspirasi di Tugu Pal Putih, massa aksi yang dipimpin oleh Bregada Kas Kota Pelajar/Budaya melanjutkan long march menuju kantor DPRD DIY. Di depan gedung wakil rakyat, orasi kembali disuarakan untuk mempertegas tuntutan mereka. Aksi kemudian dilanjutkan dengan berjalan kaki menuju Titik Nol Kilometer Yogyakarta.
Selama berlangsungnya aksi, aparat keamanan gabungan dari TNI dan Polri tampak berjaga-jaga di sepanjang rute yang dilalui oleh massa, mulai dari Tugu Pal Putih hingga Titik Nol Kilometer.
Berdasarkan data dari Polresta Yogyakarta, sebanyak 1.114 personel gabungan diterjunkan untuk mengamankan jalannya aksi Hari Buruh tersebut.
Setiap warga berhak atas tempat tinggal yang layak dan aman.
Setiap warga berhak mendapatkan ruang hidup dan ruang untuk kegiatan usaha.
Proyek pembangunan tidak boleh dijalankan tanpa persetujuan warga yang terdampak.
Negara wajib melindungi rakyat, bukan menjadi alat kekuasaan untuk menggusur mereka.
Menolak segala bentuk intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap warga yang mempertahankan tanah, ruang hidup, dan mata pencaharian.
Menolak penggusuran lokasi Parkir Abu Bakar Ali dan warga kampung Lempuyangan Yogyakarta tanpa solusi kesejahteraan yang jelas bagi warga.***