Denpasar – Direktorat Jenderal Perbendaraan (DJPb) Kementerian Keuangan Kantor Wilayah Provinsi Bali mencatat realisasi Belanja Modal tercatat rendah (Rp44,30 miliar atau 0,74% dari pagu), yang dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025, sehingga berpotensi menunda pembentukan aset dan investasi publik.
Berdasar siaran pers DJPb Provinsi Bali, diketahui setelah mencatatkan momentum pertumbuhan positif sepanjang 2024, ekonomi Bali menunjukkan resiliensi pada awal tahun 2025.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Bali Muhamad Mufti Arkan menyampaikan, pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2024 yang mencapai 5,19% (y-o-y), melampaui angka nasional sebesar 5,03% (y-o-y), memberikan landasan yang kuat.
Sementara itu, dinamika inflasi di Bali pada Maret 2025 sebesar 1,89% (y-o-y) mengindikasikan stabilitas harga yang terjaga dalam koridor target 2,5±1%, menciptakan lingkungan makro yang kondusif bagi pelaksanaan APBN.
Perubahan kebijakan dan kondisi eksternal pada Maret 2025 memicu berbagai respons dalam aktivitas ekonomi Bali. Pemberian diskon tarif listrik sebesar 50% berpotensi mendorong konsumsi dan aktivitas produksi. Di sisi lain, penyesuaian Harga Pembelian Pemerintah (HPP) Gabah Kering Panen (GKP) menjadi Rp6.000 dari Rp6.500 di tingkat petani dapat memengaruhi pendapatan petani dan dinamika harga beras ke depan.
Pemberlakuan tarif tuslah Lebaran 2025 memicu lonjakan harga tiket bus antar provinsi (20%-30%), yang berpotensi mempengaruhi mobilitas dan biaya perjalanan. Kebijakan diskon tiket pesawat (13%-14% pada 24 Maret – 7 April 2025) diharapkan dapat menstimulasi sektor pariwisata dan transportasi udara dalam jangka pendek.
Fluktuasi pasokan dan penurunan produksi cabai akibat cuaca ekstrem, serta berkurangnya ketersediaan beras karena pergeseran musim panen, turut mewarnai dinamika harga dan ketersediaan komoditas.
Lebih lanjut, Muhamad Mufti Arkan menyebutkan, realisasi APBN Regional Bali hingga kuartal pertama 2025 mencerminkan pergerakan arus fiskal. Pendapatan negara tercatat sebesar Rp4,73 triliun (20,25% dari target tahunan), dengan pertumbuhan moderat sebesar 0,27% (y-o-y), mengindikasikan perlunya upaya berkelanjutan dalam mobilisasi penerimaan.
Komponen penerimaan perpajakan mencapai Rp3,62 triliun (18,61% dari target), sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menunjukkan kinerja yang lebih kuat dengan realisasi Rp1,11 triliun (28,46% dari target).
Dari sisi pengeluaran, dinamika belanja APBN di Provinsi Bali menunjukkan kontraksi sebesar 7,95% (y-o-y), dengan realisasi Rp5,22 triliun (24,00% dari pagu). Alokasi Belanja Kementerian/Lembaga (Belanja K/L) mencapai Rp1,87 triliun (19,54% dari pagu), dan Belanja Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp3,36 triliun (27,50% dari pagu).
“Pergeseran dalam realisasi belanja ini perlu dianalisis lebih lanjut untuk memahami dampaknya terhadap stimulus fiskal dan program pembangunan,” tuturnya.
Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Bali juga memperlihatkan tren pertumbuhan yang signifikan. Pendapatan daerah konsolidasian mencapai Rp7,06 triliun, melonjak sebesar 32,58% (y-o-y), yang didorong oleh kinerja Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp4,17 triliun (tumbuh 22,21% y-o-y) dan Dana Transfer sebesar Rp2,88 triliun (tumbuh 50,51% y-o-y).
Tingginya PAD menghasilkan rasio kemandirian fiskal sebesar 59,09%, mengindikasikan kapasitas fiskal daerah yang kuat dan mengurangi ketergantungan pada transfer pusat.
Pada sisi Belanja Daerah, total realisasi sebesar Rp4,34 triliun (tumbuh 45,60% y-o-y) didominasi oleh Belanja Operasi (Rp3,60 triliun), diikuti Belanja Transfer (Rp699,29 miliar).
Realisasi Belanja Modal tercatat rendah (Rp44,30 miliar atau 0,74% dari pagu), yang dipengaruhi oleh kebijakan efisiensi sesuai Inpres Nomor 1 Tahun 2025, sehingga berpotensi menunda pembentukan aset dan investasi publik.
Upaya pemerintah dalam mendorong sektor usaha melalui perluasan akses pembiayaan, terutama bagi UMKM melalui Kredit Program (KUR dan UMi), menunjukkan dinamika yang menarik.
Meskipun total penyaluran mencapai Rp2,07 triliun dengan 27.979 debitur, terjadi kontraksi sebesar 22,71% (y-o-y) dan 21,66% (y-o-y) pada jumlah debitur. Dominasi penyaluran pada skema KUR Mikro (Rp1,19 triliun kepada 24.396 debitur) dan sektor perdagangan besar dan eceran (40,92%) mengindikasikan fokus dan kebutuhan pembiayaan pada skala mikro dan sektor perdagangan.
Penurunan penyaluran kredit program mengindikasikan adanya kehati-hatian pelaku usaha dalam merespons ketidakpastian ekonomi dan politik global, yang menahan keputusan ekspansi usaha melalui pembiayaan eksternal.
Secara keseluruhan, kinerja APBN dan APBD Provinsi Bali hingga Maret 2025 menggambarkan tren positif dengan pengelolaan anggaran yang responsif terhadap dinamika ekonomi, meskipun kebijakan efisiensi berdampak pada realisasi belanja modal.
Ditegaskan, Kementerian Keuangan Regional Bali berkomitmen untuk memperkuat koordinasi dan sinergi dengan berbagai pihak untuk mengoptimalkan pelaksanaan anggaran hingga akhir tahun, mendukung akselerasi pembangunan daerah.
Pengelolaan fiskal yang transparan, akuntabel, dan berorientasi pada value for money diharapkan dapat mempercepat pemulihan dan memperkuat fundamental ekonomi Bali di tengah berbagai tantangan global dan domestik. ***