![]() |
ilustrasi (foto:bacajuga) |
DENPASAR – Menilik sejarah Pulau Bali dan Pulau Jawa yang terpisah secara geografis sejatinya sarat akan makna sehingga akan lebih baik jika Pulau Seribu Pura itu dibiarkan apa adanya seperti sekarang.
Menurut tokoh muda Bali yang anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Gede Pasek Suardika, jika bersandar pada zaman Rsi Sidhimantra, terpisahnya Pulau Bali dan Jawa itu, sarat akan makna.
“Biarkan Bali seperti semula, karena mitologi terpisahnya Pulau Bali dan Pulau Jawa, secara geografis di zaman Rsi Sidhimantra adalah sarat makna,” kata Pasek menanggapi wacana pembangunan jembatan di Selat Bali, saat dihubungi, Rabu (16/3/16).
Sejatinya, kata Pasek, wacana jembatan Jawa Bali adalah isu lama yang kembali muncul. Karenanya, untuk menjaga Bali sebagai pulau yang memiliki keunikan dengan segala ciri khasnya, maka yang harus dilakukan, tentu menolak Jembatan Jawa Bali.
Yang diperlukan itu, justru modenisasi pelabuhan dan membuat pelabuhan yang lebih besar dan fasilitas standar internasional. “Sebagai sebuah ide, kita hargai gagasan ulang Bupati Banyuwangi (Azwar Anas) ,” sambung kawan dekat mantan Ketum Partai Demokrat Anas Urbaningrum itu.
Hanya saja, dia mengingatkan, sebaiknya yang dibangun adalah pelabuhan standar internasional dengan kapal-kapal modern dan bagus untuk standar Pariwisata.
“Itu lebih penting, biarkan Bali seperti sekarang, karena Pulau Bali sudah menjadi pulau kelas dunia seperti ini. Biarkan juga, Bali menjadi pulau yang artinya, kalau lewat laut ya harus dengan kapal, bukan dengan jembatan,” demikian Pasek. (rhm)