Alih Fungsi Lahan Dikecam Subak Gede Jembrana

17 Maret 2015, 21:13 WIB

TNI%2Btanam%2Bpari

Kabarnusa.com – Derasnya alih fungsi lahan pertanian basah atau lahan sawah di wilayah Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali, membuat 14 subak yang berada di bawah Subak Gede Jembrana prihatin.

Awal bulan lalu, 14 subak tersebut melayangkan surat kepada Bupati Jembrana. Mereka mengusulkan agar pemerintah daerah Kabupaten Jembrana segera merampungkan Peraturan Daerah (Perda) pembentukan lahan pertanian abadi yang hingga kini masih mandek.

Surat tersebut ditandangani Klian Subak Gede, I Ketut Jedra, juga mengusulkan agar pemkab lebih serius mengusulkan realisasi pembangunan Embung Gelar, Batuagung.

Alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan kering untuk pembangunan perumahan yang dilakukan para investor diyakini akan mengancam keberlangsungan sawah dan subak sebagai lembaga yang menaungi para petani.

Apabila alih fungsi lahan ini terus diizinkan, sawah lama kelamaan akan habis dan yang paling menderita adalah kaum tani.

Dampak berkurangnya lahan sawah dan berakibat hasil produksi padi (gabah) menurun drastis. Dan swasembada pangan tidak akan berhasil.

Surat yang ditembuskan kepada Wakil Bupati, Ketua DPRD, Ketua Bappeda, Kepala Dinas Pertanian, Kepala Desa PU, Camat Jembrana dan Ketua KUD itu, mengusulkan adanya Embung Gelar.

Fungsinya agar 14 subak di Subak Gede Jembrana bisa menanam padi 2 (dua) kali setahun, untuk mengejar target peningkatan gabah.

Dalam surat bernomor 01/KSG/III/2015 itu juga ditandatangani ke-14 Klian Subak di wilayah Subak Gede Kecamatan Jembrana.

Diantaranya Subak Tamblang, Subak Pangkung Gondang, Subak Sangkar Agung, Subak Kawis, Subak Jelinjing Budeng, Subak Jelinjing Loloan, Subak Tegalwani, Subak Pendem, Subak Sawe Rangsasa, Subak Sawe Dauhtukad, Subak Sawe Dangintukad, Subak Tegal Lantang, Subak Jelinjing Ketugtug dan Subak Pemangked Perancak. 

Bahkan untuk mematrikan usulan mereka itu, selain tandatangan klian juga dibubuhi cap stempel masing-masing subak.

Selama ini, hampir di kawasan penyangga di Sawe, Dauhwaru hingga Pendem, alih fungsi sangat pesat.

Puluhan hektar tanah diratakan, diurug dan dikeruk untuk dijadikan lahan kaplingan yang rencananya diperuntukkan untuk permukiman.

Kondisi ini diyakini akan menganggu keberlangsungan sawah yang ada di bawah daerah penyangga tersebut.

Kepala Dinas Pertanian, Perkebunan Dan Peternakan Jembrana, Ketut Wiratma saat dikonfirmasi mengatakan pemkab masih membahas Ranperda lahan pertanian dengan DPRD.

Aturan ini perlu pembahasan yang matang dan hati-hati, sebab berkaitan dengan lahan yang dimiliki masyarakat.

Karena itu, dalam sosialisasi bukan hanya melibatkan pengurus subak tetapi juga pemilik lahan. Pemerintah juga harus mempertimbangkan hak seseorang dalam mewariskan tanahnya. Apalagi ketika keturunan membuat rumah di lahan sawah yang diwariskan.

Pemerintah tidak menggunakan istilah lahan pertanian abadi melainkan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Dalam lahan pertanian berkelanjutan itu juga mengatur masalah sawah yang diwariskan.

Hal itu terkait kemampuan pemerintah memberikan kompensasi kepada pemilik lahan yang terkena dampak lahan pangan berkelanjutan.

Kondisi itulah yang menjadi kendala dan menyebabkan pengesahan Ranperda ditunda dan harus melewati sejumlah tahapan lagi.(dar)

Berita Lainnya

Terkini