Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan Sulendrakusuma saat Rapat Koordinasi Percepatan Fasilitasi Sertifikasi Halal bagi UMK di Jakarta, Senin (30/8/2021). |
Jakarta – Permasalahan-permasalahan yang dimaksud salah satunya adalah alur pengurusan sertifikasi halal, dianggap terlalu rumit untuk pelaku UKM
Karena itu, KSP mendorong percepatan pelaksanaan pilot project fasilitasi sertifikasi halal bagi pelaku UKM yang dilakukan oleh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI dan PT SUCOFINDO melalui rapat koordinasi bersama Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), dan Majelis Ulama Indonesia.
Utamanya untuk sertifikasi 53 UKM binaan BRI dan tambahan rencana 2.500 sertifikasi halal nasabah BRI. Langkah ini akan menjadi pendorong agar pelaku UKM naik kelas dan meningkatkan ekosistem sektor halal.
“Percepataan ini merupakan salah satu usaha untuk katalisasi percepatan UU CK dalam hal kaitannya dengan sertifikasi halal.” kata Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP) Panutan Sulendrakusuma saat Rapat Koordinasi Percepatan Fasilitasi Sertifikasi Halal bagi UMK di Jakarta, Senin (30/8/2021).
Saat ini BRI memiliki sebanyak 12 juta pelaku UMKM yang bisa didorong untuk mendapatkan sertifikasi halal.
Dari jumlah itu, ada rencana 2.500 UMKM yang sudah memiliki nomor induk berusaha (NIB) yang bisa langsung diproses.
BRI telah melaksanakan kerja sama dengan PT SUCOFINDO untuk melakukan pilot project penerbitan sertifikasi halal untuk 53 UMK.
Berangkat dari itu, Panutan menyebut, KSP telah melakukan pembahasan pelaksanaan sertifikasi halal sejak implementasi UU Cipta Kerja.
Pembahasan ini antara lain telah dilakukan bersama BPJPH Kementerian Agama, Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Tengah, DHN MUI, Sucofindo, BRI, dan para pelaku usaha.
Pada 18 Agustus 2021, KSP juga melakukan pertemuan bersama BRI dan BPJPH dalam rangka diskusi kendala penerbitan sertifikasi halal untuk UKM.
Berdasarkan laporan dari BRI, pelaku usaha masih memahami cara pengurusan lama (MUI), di mana proses yang baru masih mengalami beberapa kendala.
“Permasalahan yang dialami fokus pada proses dan biaya,” tutur Panutan.
Selain itu, terkait dokumen yang perlu diunggah pada aplikasi sihalal, pelaku UMKM biasa menggunakan smartphone hanya untuk telepon. Sehingga sedikit sulit apabila mereka diharapkan untuk menyesuaikan file-file yang perlu diunggah.
Di sisi lain, kurangnya sosialisasi terkait registrasi, pemeriksaan dan biaya sertifikasi halal. Adapun terkait waktu penerbitan sertifikasi halal, banyak pelaku UKM yang memerlukan sertifikasi halal agar bisa melaksanakan ekspor ataupun menjual produknya pada mitra/offtaker.
KSP juga menetapkan lima poin rencana tindak lanjut.Diperlukan sosialisasi dan edukasi terhadap pelaku UKM, peningkatan awareness halal kepada pelaku usaha, peserta rapat akan menunjuk PIC mewakili institusi/lembaganya sebagai contact person, KSP melakukan pemantauan dan evaluasi pekerjaan ini (sesuai dengan Kepres nomor 10/2021).
Demikian juga, dilaksanakan pertemuan regular yang akan memberi rekomendasi perbaikan proses sertifikasi halal. (rhm)