Presiden Joko Widodo dalam sebuah kesempatan dengan pelaku UKM/Biro Pers Setpres |
Jakarta – Pemerintah harus memastikan bahwa pemanfaatan Kredit Usaha
Rakyat (KUR) benar-benar difokuskan bagi kelompok sasaran agar ketimpangan
sektoral dan kemiskinan serta skala usaha dan pendapatannya tambah meningkat
dapat teratasi.
KUR yang dijalankan melalui program-program Kementerian terkait ini, sesuai
kebijakan anggaran yang pro penanggulangan kemisikinan (pro poor) harus lebih
diprioritaskan dalam agenda tujuan strategi pembangunan berkelanjutan
(sustainability development goals and strategy).
Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 ayat 1 menegaskan, bahwa: “Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluagaan, artinya berusaha
bersama dengan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia sebagaimana
perintah ayat 3.
“Dengan demikian, Pemerintah harus segera membenahi kebijakan anggaran negara
yang selama ini terlalu besar dialokasikan untuk kepentingan pembangunan
infrastruktur,” kata Ekonom Konstitusi Defiyan Cori, dalam keterangannya,
Senin (1/2/2021).
Menurutnya, untuk mengatasi ketimpangan sektoral dan struktural itu,
pemerintah kemudian menempuh strategi pembangunan usaha rakyat skala UMKM dan
Koperasi tersebut, diantaranya adalah melalui peningkatan kualitas sumberdaya
manusia, peningkatan akses pembiayaan.
Juga perluasan skema pembiayaan, peningkatan nilai tambah produk dan jangkauan
pemasaran, penguatan kelembagaan usaha serta peningkatan kemudahan, kepastian
dan perlindungan usaha.
Peningkatan akses pembiayaan dan perluasan skema pembiayaan UMKM dan Koperasi
dilakukan melalui pengembangan lembaga pembiayaan/bank UMKM dan Koperasi,
serta optimalisasi sumber pembiayaan non bank, integrasi sistem informasi
debitur UMKM dan Koperasi dari lembaga pembiayaan bank dan non bank.
Selain itu, peningkatan kapasitas Koperasi sebagai pengelola resi gudang
(quick wins) serta advokasi pembiayaan bagi UMKM dan Koperasi.
“Sejauh manakah pencapaian kinerja kebijakan pemerintah ini melalui dukungan
pembiayaan terhadap skala UMKM tentu membutuhkan sebuah kajian dan evaluasi
tersendiri selain adanya peningkatan dana yang telah dialokasikan, salah
satunya melalui program KUR,” tutur alumnus Universitas Gadjah Mada Yogyarakta
ini.
Dijelaskan, KUR merupakan salah satu program Pemerintah yang bertujuan untuk
mendukung dan meningkatkan skala atau kapasitas usaha rakyat dengan memberikan
akses pembiayaan melalui penyediaan alokasi kredit untuk Usaha Mikro, Kecil
dan Menengah serta Koperasi (UMKM) dalam upaya mendukung dan meningkatkan
perekonomian nasional serta membuka lapangan pekerjaan.
Program KUR ini telah diluncurkan oleh Pemerintah pada tanggal 5 Nopember 2007
saat kepemimpinan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono dan menjadi salah satu
program yang dirancang dalam mendukung kebijakan pro rakyat, termasuk
penanggulangan kemiskinan melalui penjaminan kredit, diresmikan pertama kali
di kantor Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Diketahui, realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga 23 November
2020 telah mencapai Rp 147,04 Triliun atau sekitar 77% dari sasaran (target)
alokasi penyaluran sebesar Rp 190 Triliun pada Tahun 2020, sebagaimana
informasi yang disampaikan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB)
Kementerian Keuangan, pada Senin (30/11) di media sosial.
Berdasarkan data DJPB itu, maka realisasi KUR tersebut telah tersalurkan
kepada lebih dari 4,5 juta debitur melalui 44 lembaga penyalur KUR Tahun 2020
yang terdiri dari bank, koperasi dan lembaga pembiayaan.
Apabila alokasi KUR diuraikan berdasarkan data per-Provinsi, maka porsi
distribusi per-23 Nopember tersebut didominasi oleh 3 (tiga) Provinsi saja,
yaitu Jawa Tengah sekitar Rp 29,13 Triliun, Jawa Timur sejumlah Rp 28,98
Triliun dan Jawa Barat Rp 22,09 Triliun.
Kemudian, diikuti oleh provinsi lainnya seperti Sulawesi Selatan sebanyak Rp
8,9 Triliun, DKI Jakarta Rp 3,52 Triliun serta Sumatra Utara Rp 7,15 Triliun.
Sedangkan berdasar lembaga penyalurnya, maka distribusi KUR tertinggi berada
pada Bank BRI sekitar Rp 109,32 Triliun untuk 4,3 juta debitur, kemudian Bank
Negara Indonesia (BNI) menyalurkan sebanyak Rp 18,10 Triliun untuk 208.312
debitur serta Bank Mandiri menyalurkan sekitar Rp 19,95 Triliun untuk 230.131
debitur.
Namun, apakah realisasi KUR itu sesuai dengan sasaran (target) dalam
mengurangi angka kemiskinan atau meningkatkan skala usaha penerima manfaat
tentu masih perlu dibuktikan.
Sebab, berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS), persebaran tingkat
kemiskinan di Indonesia per-Maret 2020 terjadi hampir merata terjadi di
pulau-pulau terbesar dan kaya Sumber Daya Alam Idonesia.
Jumlah penduduk miskin Indonesia per Maret 2020 sejumlah 26,42 juta jiwa atau
sebesar 9,78%. Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya yang sebesar 9,41%
atau 25,14 juta penduduk.
Persentase penduduk miskin terbesar terdapat di Maluku dan Papua yang terkenal
dengan hasil industri perikanan dan kelautannya, yaitu 20,34%.
Sementara itu, persentase terendah terdapat di Kalimantan sebanyak 5,81% yang
rata-rata menguasai komoditas hasil pertambangan (seperti batu bara, minyak
dan gas bumi) dan kehutanan.
Sebagai contoh kasus saja, berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC) Kementerian Keuangan, bahwa total nilai ekspor benur Indonesia mencapai
US$ 74,28 Juta atau Rp 1,04 Triliun (kurs Rp 14.000/US$). Nilai ini merupakan
hasil dari ekspor sejumlah 42 juta ekor benih.
Apakah data penyaluran KUR yang setiap tahun alokasinya terus meningkat
dilakukan oleh BUMN Perbankan dan lembaga keuangan lainnya membawa dampak
signifikan dalam mengatasi ketimpangan sektoral dan struktural serta upaya
penanggulangan kemiskinan.
“Tentu ini bukan menjadi tugas pokok dan fungsi lembaga penyalur. Atas kondisi
inilah perlunya suatu upaya perbaikan dalam pengelolaan usaha rakyat skala
UMKM yang telah memperoleh KUR agar mampu tumbuh dan berkembang pesat dan
meningkat kategori skala usahanya naik kelas,” tuturnya.
Jika Presiden Joko Widodo memahami Pasal 33 UUD 1945, maka usaha bersama
adalah prinsip dari susunan perekonomian Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Untuk itu, koperasi berperan sebagai badan hukum yang dinyatakan langsung
sebagai entitas ekonomi dan bisnis dapat dan berhak melakukan ekspor dan impor
sebagai bagian dari rantai distribusi (supply chain) komoditas yang
diperdagangkan.
Melalui koperasi inilah hasil-hasil perdagangan tersebut akan dinikmati oleh
para anggota yang terdiri dari para petani, nelayan, peternak, dan pekebun.
Artinya, permasalahan kemiskinan yang terjadi terkait dengan jangkauan (akses)
ekonomi yang timpang pada sektor-sektor tertentu akan dapat diatasi secara
langsung efek menetes ke bawahnya (trickle down effect) melalui pro pendekatan
kebijakan kelembagaan ekonomi.
Oleh karena itu, ke arah inilah penanganan pandemi ketidakadilan ekonomi
melalui anggaran yang pro kemiskinan (pro poor budget) digelontorkan secara
massif.
Namun pertanyaan yang lebih penting adalah, apakah selama selama 6 tahun
kepemimpinan Presiden Joko Widodo) nilai tambah ekonomi diperoleh juga oleh
para nelayan, rasanya memang tidak.
Untuk itulah, Presiden harus memperhatikan s Melalu program Trisakti dan
Nawacita yang dulu dikampanyekan.
“Seharusnya pemanfaatan KUR bagi kelompok sasaran agar ketimpangan sektoral
dan kemiskinan serta skala usaha dan pendapatannya tambah meningkat dapat
teratasi melalui program-program Kementerian terkait yang dibebankan tugas
pokok dan fungsi ini,” tegasnya lagi.
Terutama sekali diarahkan pada Menteri Koordinator Perekonomian yang
bertanggungjawab dalam peningkatan efektifias kebijakan alokasi dan distribusi
KUR ini agar skala UMKM mengalami peningkatan kekayaan (asset) sebagaimana
capaian para korporasi swasta tersebut.
Hal ini sangat penting diperhatikan, karena sumbangan pelaku usaha rakyat
skala UMKM dan Koperasi ini pada perekoniomian nasional dalam bentuk Produk
Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja terbesar dibandingkan dengan
pelaku usaha korporasi swasta yang memiliki kekayaan terbesar di Indonesia.
Presiden Joko Widodo harus serius menangani skala UMKM ini sebagai bagian dari
janji dan program pro ekonomi rakyat yang telah ditawarkan saat kampanye
sebelum pemilihan umum Presiden secara langsung Tahun 2014, sehingga menjadi
daya tarik sebagian besar kelompok masyarakat ini untuk memilihnya.
(rhm)