Jakarta – Menjawab kekhawatir mengenai tingginya aktivitas budidaya perikanan yang dilakukan di sejumlah danau atau waduk di Indonesia, yang berimbas pada kerusakan ekosistem dan pencemaran kualitas air Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyiapkan sejumlah strategi.
Menurutnya jika menghentikan budidaya perikanan di satu danau atau waduk, itu akan memunculkan reaksi.
“Padahal kalau dibiarkan terus menerus dapat mencemari lingkungan, yang juga berdampak pada kualitas ikan yang dihasilkan,” beber Menteri Trenggono saat menjadi penceramah pada Program Pendidikan Reguler Angkatan LXVI Lemhanas RI di Jakarta, Rabu 19 Juni 2024.
Kata Menteri Trenggono, salah satu ikan yang banyak dibudidayakan di danau atau waduk adalah ikan nila karena pangsa pasarnya yang tinggi.
Mengacu data, produksi nila nasional mencapai 1,3 ton per tahun, dan 90 persennya diserap oleh pasar dalam negeri.
Selain itu, ikan nila juga punya pangsa pasar cukup tinggi di luar negeri. Data Future Market Insight merilis nilai pasar ikan nila dunia pada tahun 2024 diproyeksi sebesar USD14,46 miliar, dan terus meningkat menjadi USD23,02 miliar pada 2034.
Dipaparkan Menteri Trenggono, salah satu strategi yang diterapkan untuk meminimalisir kegiatan budidaya di danau yakni membangun modeling budidaya ikan nila salin di Karawang, Jawa Barat sebagai percontohan.
Keberhasilan modeling budidaya inilah yang akan mempermudah upaya relokasi kegiatan budidaya dari danau maupun waduk ke lahan daratan.
Modeling itu dibangun di lahan daratan seluas 80 hektare. Produktivitas saat ini mencapai 7.020 ton per tahun atau senilai Rp196,5 miliar, dengan asumsi harga jual Rp28 ribu per kilogram. Namun jumlah produksi masih akan ditingkatkan hingga 10 ribu ton per tahunnya.
“Nila salin ini sebenarnya nila juga, nila dari perikanan air tawar, yang kita geser supaya bisa hidup di perairan payau,” tutur Menteri Trenggono.
Lebih lanjut, budidaya nila salin di Karawang, didukung oleh teknologi ramah lingkungan. KKP menyiapkan instalasi pengelolaan air limbah, mesin pakan otomatis, hingga alat pengukur kualitas air untuk menunjang kualitas nila yang budidaya.
Metode maupun teknologi budidaya modeling inilah yang selanjutnya dapat diduplikasi ke berbagai daerah di Indonesia. Dengan memberi contoh nyata, dia optimistis relokasi lebih mudah dilakukan karena pembudidaya memiliki solusi untuk mempertahankan usahanya.
Para pelaku usaha budidaya diundang saat peresmian untuk melihat langsung apa yang kami lakukan. Dengan cara ini, kita bisa geser mereka untuk tidak lagi memanfaatkan danau sebagai tempat budidaya.
“Lewat ini juga, kami ingin menyampaikan kepada pemerintah daerah agar tidak lagi memberi izin budidaya di danau maupun waduk,”tutup Menteri Trenggono. ***