Denpasar – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali merilis data gabungan kabupaten/kota di Bali mengalami inflasi bulanan (mtm) sebesar 0,16% pada Oktober 2025.
Angka ini berbalik arah setelah pada bulan sebelumnya, September 2025, Bali sempat mencatat deflasi tipis sebesar -0,01% (mtm).
Secara tahunan, tingkat inflasi Bali mengalami kenaikan signifikan, mencapai 2,61% (yoy), meningkat dari 2,51% (yoy) pada September 2025. Meskipun terjadi kenaikan, tingkat inflasi tahunan Bali ini masih lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 2,86% (yoy).
Faktor Pendorong dan Sebaran Spasial Inflasi
Penyumbang utama inflasi bulanan di Bali adalah Kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau. Kenaikan harga ini dipicu oleh keterbatasan pasokan di tengah periode yang disebut sebagai musim kemarau basah.
Berdasarkan komoditas, inflasi Oktober 2025 utamanya bersumber dari kenaikan harga komoditas strategis seperti cabai merah, sawi hijau, daging ayam ras, emas perhiasan, dan jeruk. Namun, tekanan inflasi yang lebih dalam berhasil tertahan berkat penurunan harga pada komoditas seperti beras, tomat, canang sari, bahan bakar rumah tangga, dan jagung manis.
Secara spasial, tiga dari empat kota/kabupaten penghitung inflasi mencatat kenaikan harga. Tabanan mencatat inflasi tertinggi sebesar 0,34% (mtm) atau 2,26% (yoy), diikuti oleh Badung sebesar 0,31% (mtm) dan Singaraja sebesar 0,28% (mtm). Sementara itu, Kota Denpasar menjadi satu-satunya wilayah yang mengalami deflasi bulanan, yakni sebesar -0,02% (mtm), meski inflasi tahunannya mencapai 3,29% (yoy).
Risiko ke Depan dan Strategi Pengendalian
Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali menyoroti sejumlah risiko yang berpotensi memicu tekanan inflasi di akhir tahun. Beberapa risiko utama meliputi:
Tingginya permintaan barang dan jasa selama periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Galungan-Kuningan.
Peningkatan permintaan seiring dengan peak season kunjungan wisatawan mancanegara.
Kenaikan harga emas dunia yang berkelanjutan.
Potensi kenaikan harga BBM non subsidi pada November 2025.
Ketidakpastian cuaca akibat peralihan musim yang berpotensi mengganggu produksi tanaman pangan.
Menghadapi potensi tersebut, BI Provinsi Bali bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) memperkuat implementasi strategi 4K: Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi yang Efektif.
Sinergi pengendalian inflasi pangan, termasuk Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), akan terus didorong melalui operasi pasar, pengawasan penyaluran SPHP, kerja sama antar daerah, serta peningkatan efisiensi rantai pasok yang melibatkan pelaku hulu hingga hilir, termasuk sektor perhotelan, restoran, dan kafe (Horeka).
Melalui langkah-langkah strategis ini, BI Provinsi Bali optimis tingkat inflasi pada tahun 2025 akan tetap terjaga dalam rentang sasaran nasional sebesar 2,5\% \pm 1\%. ***

