Denpasar – Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Teuku Riefky Harsya memuji Bali sebagai teladan keberhasilan ekosistem ekonomi kreatif yang komprehensif di Indonesia.
Pernyataan ini disampaikan Riefky dalam pertemuan santai dengan Gubernur Bali Wayan Koster di Jayasabha, Denpasar, Jumat (13/6).
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Riefky secara tegas menyebut Bali sebagai “success story dari UU Ekraf”. Hal ini didasari pada geliat seluruh 17 subsektor ekonomi kreatif, mulai dari fesyen, kuliner, seni pertunjukan, arsitektur, desain, film, musik, hingga konten digital dan AI, yang berkembang pesat di Pulau Dewata.
“Hampir semua subsektor hidup di sini,” jelasnya, menyoroti bagaimana undang-undang yang ia gagas saat menjabat di Komisi X DPR RI itu kini terlihat hasilnya di Bali.
Pertemuan antara Menparekraf dan Gubernur Koster berfokus pada arah pengembangan ekonomi kreatif nasional, dengan Bali menjadi model terbaik untuk pengembangan ekraf berbasis budaya lokal, sumber daya manusia, dan prinsip keberlanjutan.
Menparekraf Riefky juga mengungkapkan bahwa kementeriannya tengah gencar mendorong pembentukan Dinas Ekonomi Kreatif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Berdasarkan data Kemenparekraf, 45 persen daerah sudah menyatakan kesiapan untuk memiliki dinas tersendiri, sementara 20 persen lainnya sedang dalam proses persiapan.
Selama ini, bidang ekonomi kreatif hanya di bawah dinas pariwisata atau kepala bidang. Output-nya hanya kertas. Seharusnya output-nya adalah pelaku, pengusaha muda, dan karya nyata.
“Maka kami ingin mendorong lebih konkret pembentukan dinas ini agar sinerginya kuat,” tegas Riefky, menekankan pentingnya lembaga khusus untuk ekraf.
Selain itu, Menteri Riefky menyatakan dukungan penuh untuk berbagai inisiatif ekraf di Bali, termasuk pengembangan kawasan ekonomi kreatif, fasilitasi pendanaan, penguatan regulasi perlindungan karya lokal, serta penyelenggaraan turnamen game digital tingkat nasional dan internasional.
“Kita tidak ingin kreativitas anak muda hanya dibeli murah oleh investor asing. Kita harus kuatkan posisi pelaku lokal dan melindungi potensi besar yang dimiliki anak-anak muda kita,” tambahnya.
Transformasi Ekonomi Bali Berbasis Budaya dan Kreativitas
Menanggapi hal tersebut, Gubernur Koster menjelaskan bahwa kebijakan pembangunan ekonomi kreatif di Bali dirancang dengan mempertimbangkan kondisi riil pulau ini yang minim sumber daya tambang, namun kaya akan budaya, kreativitas, dan warisan lokal.
Ia menyoroti potensi kreatif luar biasa anak-anak muda Bali, yang terlihat dari berbagai festival dan inisiatif komunitas seperti PICA Fest yang melahirkan beragam karya kreatif.
“Ekonomi kreatif di Bali harus dibangun dari basis lokal. Kita tidak punya tambang, yang kita punya adalah budaya yang hidup. Karena itu, saya fasilitasi anak-anak muda yang kreatif, seperti dalam pembuatan produk fesyen, kriya, hingga digital. Ini basis untuk masa depan,” tegas Gubernur.
Koster juga menjelaskan bahwa tingginya ketergantungan Bali pada sektor pariwisata (sekitar 66 persen PDRB) saat pandemi COVID-19 menjadi pelajaran berharga.
Untuk itu, sejak periode pertamanya, ia menggagas Transformasi Ekonomi Bali berbasis enam sektor unggulan: pertanian, perikanan, industri manufaktur branding Bali, koperasi dan UMKM, ekonomi kreatif dan digital, serta pariwisata sebagai bonus, bukan tulang punggung.
“Dengan transformasi ini, hulu-hilir ekonomi bergerak. Kalau pariwisata terganggu, ekonomi Bali tetap bisa bertahan. Ini adalah ide besar yang sedang kami bangun,” jelasnya.
Gubernur Koster menambahkan, Bali berencana membentuk Badan Ekonomi Kreatif dan Digital untuk mewadahi pelaku industri kreatif, yang sebagian besar adalah UMKM dan IKM.
Menurutnya, badan ini lebih efektif daripada sekadar bidang di dinas karena dapat mengatur regulasi lintas sektor, menjembatani kebutuhan permodalan, serta memfasilitasi kerja sama dan pasar.
“Saya yakin ekraf adalah ekonomi masa depan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Bali, Teladan Nasional Penerapan Ekonomi Kreatif
Sekretaris Kementerian Ekraf, Dessy Ruhati, turut mengamini pandangan tersebut, menegaskan bahwa Bali merupakan provinsi terbaik dalam penerapan ekonomi kreatif. Seluruh 17 subsektor ekraf di Bali tidak hanya hidup dan aktif, tetapi juga menjadi tulang punggung perekonomian saat pandemi melanda.
“Bali luar biasa. Ketika semua daerah limbung karena pandemi, subsektor ekraf di Bali justru menjadi penyelamat ekonomi. Ketika ekonomi kreatif dipadukan dengan digital, dampaknya luar biasa. Bali jadi contoh nasional yang ideal,” ujar Dessy.
Ia menekankan pentingnya sinergi pemerintah pusat dan daerah sebagai kunci penguatan kelembagaan, literasi bisnis, serta akses terhadap pasar dan investasi.
Pertemuan diakhiri dengan penukaran cenderamata, di mana Gubernur Wayan Koster menyerahkan kain endek Bali, sebagai simbol kekayaan budaya lokal dan bukti nyata keberhasilan pelestarian warisan tekstil Bali yang kini telah mendunia.
Kain endek yang diserahkan merupakan hasil produksi perajin lokal binaan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Bali, yang telah sukses mendorong endek digunakan oleh berbagai merek internasional, termasuk rumah mode ternama Christian Dior.***