Bali Galang Petisi Tolak Remisi Pembunuh Wartawan Prabangsa

25 Januari 2019, 23:18 WIB

DENPASAR – Berbagai elemen masyarakat menggalang Petisi untuk menolak pemberian remisi hukuman dari Presiden Joko Widodo kepada I Nyoman Susrama sebagai otak pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Prabangsa.

Petisi disampaikan kepada seluruh bangsa ini, karena dengan alasan kemanusiaan dan kelakuan baik, hukuman seumur hidup Susrama, dalang pembunuhan wartawan Radar Bali dikurangi menjadi 20 tahun kurungan melalui Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018.

Keputusan itu, tidak sebanding dengan duka keluarga yang ditinggalkan? demikian juga dengan kesalahan yang telah diperbuat dalang pembunuhan.

Diketahui, Prabangsa dibunuh dengan keji beberapa lama setelah membuat berita tentang korupsi Dinas Pendidikan Kabupaten Bangli (menyangkut Susrama). Ia mengungkap suatu kebusukan dengan penanya. Ironisnya pembunuh ini justru mendapat pengurangan hukuman,

Dalam isi surat penggalangan petisi itu, disampaikan juga bahwa Prabangsa adalah anak tunggal Ibunya yang telah menjanda. Bagaimana perasaan seorang ibu apabila kehilangan anak satu-satunya, dapatkah dibayangkan betapa sedih sang ibu mengetahui putranya dibunuh dengan keji dan si pembunuh mendapat pengurangan hukuman?

Prabangsa juga seorang ayah, lihatlah kedua orang anaknya yang masih dalam masa bersekolah dan istrinya yang saat ini menafkahi keluarga, mereka hidup diliputi rasa kehilangan, apakah ini keadilan?

Bagi para jurnalis, mereka melakukan pekerjaan yang penuh risiko dan mempertaruhkan nyawanya apabila menulis suatu berita yang berpotensi menyinggung suatu pihak. Apakah tidak memberikan keresahan bagi mereka ketika terjadi kasus, pelakunya justru mendapat keringanan hukuman?

Susrama mendapat “hadiah” dengan alasan kelakuan baik. Kelakuan baik apa yang diperbuatnya? apa ia telah berjasa bagi bangsa ini? apa ia telah melayani masyarakat? sebaik baik kelakuannya apakah sebanding dengan pedih yang dimunculkan remisi ini bagi pihak yang ditinggalkan dan rasa keadilan?

Atas dasar hal diatas petisi itu dibuat guna memohon dukungan sahabat-sahabat untuk menandatanganinya yang nantinya disampaikan kepada Bapak Presiden Joko Widodo.

“Kepada Yth. Bapak Presiden semoga hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan, saya sadar sebagai rakyat biasa tidak mempunyai wewenang apapun, namun hanya bisa menyampaikan hal ini demi kebaikan bersama atau setidaknya rasa keadilan bagi kami yang ditinggalkan,” demikian pengantar petisi tersebut.

Sementara Ratusan jurnalis yang tergabung dalam Solidaritas Jurnalis Bali (SJB) menggelar aksi unjuk rasa. Ratusan jurnalis dari berbagai media tersebut melakukan long march dari Denpasa Bajrasandi Renon Denpasar menuju Kantor Willayah Hukum dan Ham Provinsi Bali, Jumat (25/1).

Dalam perjalanan ke Kantor Wilayah Hukum dan Ham Bali tersebut, ratusan jurnalis membawa berbagai poster bertuliskan permintaan agar Presiden Jokowi dan Menteri Hukum dan Ham Yasona Laoly segera mencabut remisi terhadap otak pembunuhan wartawan Radar Bali Anak Agung Gede Narendra Prabangsa, dengan Napi atas nama I Nyoman Susrama segera dicabut.

Dalam proses tersebut, selain poster juga foto korban berukuran besar ikut diarak menuju Kantor Wilayah Hukum dan Ham Provinsi Bali. Bahkan, isteri korban bersama beberapa keluarga ikut dalam arak-arakan tersebut.

Sebagai bentuk protes terhadap pengurangan hukuman bagi Susrama, ratusan jurnalis dan elemen masyarakat Bali lainnya menggelar longmarch dan aksi damai di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali, Renon, Denpasar.

Koordinator aksi, Nandhang Astika mengungkapkan, aksi mereka dilatarbelakangi kabar bahwa Presiden Joko Widodo akan memberikan grasi kepada Susrama. “Tapi itu disebut sebagai remisi,” kata Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Denpasar ini,

Ditegaskan, aksinya tidak ada kaitan dengan dukung-mendukung Pilpres. “Aksi kita tidak ada hubungan dengan Pilpres baik (capres) 02 maupun 01. Siapapun yang akan menunggangi, itu urusan kalian dan kami akan lawan. Tujuan kami adalah satu, cabut remisi pembunuh jurnalis,” katanya lantang.

Nandhang menilai keputusan Jokowi yang memberikan remisi terhadap Susrama sebagai bentuk kemunduran kebebasan pers.

“Kami menilai ada kemunduran kebebasan pers karena kasus Prabangsa merupakan kekerasan dan pembunuhan jurnalis di Indonesia yang satu-satunya terungkap bersama aparat dari Polda Bali,” ujarnya. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini