Penyusun buku ‘Bali Jadul’ Putu Putra Setiawan (kanan) dan Arya mewakili penerbit Nilacakra |
Denpasar – Mengupas perjalanan sejarah Bali selalu menarik untuk diikuti selain yang sudah dituliskan banyak literatur ada pula yang bisa jadi luput dari perhatian orang yang disuguhkan oleh warga sebagai saksi hidup perjalanan Bali dari masa ke masa. Cerita I Made Putra Suganda, seorang guru yang mengalami langsung situasi berbagai jaman itu terangkum dalam buku berjudul “Bali Jadul” atau Bali Zaman Dulu.
Dalam jumla pers dan diskusi buku, I Putu Putra Setiawan yang akrab disapa Wawan mengatakan, buku berjudul Bali Jadul atau Bali Jaman Dulu ini merupakan kumpulan tulisan perjalanan hidup yang ditulis tangan oleh seorang warga Bali bernama I Made Putra Suganda, yang juga ayahandanya.
Catatan perjalanan hidup yang ditulis tangan ini dibuat selama kurun waktu pandemi Covid-19 atau Corona mulai terasa di Bali sejak bulan Maret 2020 hingga selesai ditulis pada Juni 2020.
“Kumpulan catatan tangan perjalanan hidup I Made Suganda ini, kemudian saya susun dan edit memjadi buku berjudul “Bali Jadul” yang diterbitkan Nilacakra,” ungkapnya diskusi buku di C21 Coffee, Resto, and Spa. Spa. Jalan Sedap
Malam No. 164, Kesiman, Denpasar, Bali, Kamis (21/10/2021). .
Menurutnya, Made Suganda bukanlah seorang tokoh, figur publik, pejabat atau orang terkenal di Bali. Ia hanyalah orang atau masyarakat biasa yang kebetulan masih mempunyai ingatan tentang masa lalu dan menuliskan memori masa lalunya dalam tulisan.
“Saya tertarik untuk menulisnya karena selama pandemim saya tidak leluasa berpergian waktu lebih banyak di rumah, kebetulan orang tua saya mempunyai data dan ingatan yang cukup tentang cerita-cerita masa lalu di Bali. Jadi, ini, awal untuk buku-buku tentang ‘Bali Jadul’ selanjutnya bersumber dari warga Bali lainnya,” ungkap Wawan.
Dimulai tahun 1950-an, saat Putra Suganda, masih kanak-kanak dan ikut orang tuanya yang bertugas sebagai guru di Kabupaten Jembrana Bali saat itu.
Kisah Made Suganda memotret kondisi jaman saat itu di Jembrana digambarkan dalam buku sejarah pertama yang ditulis Wawan.
Selain kondisi di Jembrana jaman dulu, Made Suganda juga memotret jaman suasana Bangli di tahun 1950-an saat ia dan keluarganya pindah ke Kota Bangli karena ayahnya yang guru pindah tugas.
Tidak hanya potret Bali kala itu, dalam buku ini juga merekam beberapa peristiwa penting terjadi di Bali seperti pengalamannya melihat langsung sosok Presiden pertama Indonesia Ir. Sukarno yang sering datang ke Bali, Peristiwa G-30-S-PKI dan pembunuhan massal yang menyertainya, hingga menjadi saksi mata peristiwa letusan Gunung Agung Karangasem Bali tahun 1963.
Demikian juga, potret dunia pendidikan jaman dulu, menjadi sorotan Made Suganda, mulai wajah dunia pendidikan di Bali tahun 1950 an hingga 1970 an. Kondisi sosial ekonomi masyarakat Bali jaman dulu, moda transportasi Bali jaman dulu, hingga perkembangan Bali menjadi daerah tujuan pariwisata terkemuka di Dunia, juga tak lepas dari amatannya.
Pembaca seolah diajak memasuki ‘mesin waktu’ kembali ke Bali era lalu, setelah membaca buku “Bali Jadul”.
Buku tersebut mengantarkan pembaca lebih mengetahui bagaimana kondisi alam Bali jaman dulu yang sebagian besar wilayahnya masih alami dan asri.
“Kita menjadi tahu bagaimana potret wajah kota-kota di Bali seperti Kota Singaraja, Karangasem, Klungkung, Badung, hingga Denpasar pada jaman dulu yang tentu sangat berbeda dengan kondisi “jaman now” atau saat ini,” ungkap Wawan, pria kelahiran Kota Bangli pada 7 November 1974.
Kepala Biro SSJ SCTV dan Indosiar untuk wilayah Bali ini berharap, kehadiran buku yang memang masih jauh dari kata sempurna, akan menjadi awal dari munculnya buku-buku lain tentang sejarah Bali jaman dulu yang dibuat oleh masyarakat.
“Sehingga generasi penerus akan tetap mengetahui dengan baik sejarah Bali yang kita cintai bersama. Mari kita cintai sejarah, karena lewat sejarah kita bisa belajar tentang banyak hal,” imbuh alumus FISIP UPN Veteran Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional tahun 1999 ini.
“Saya mengajak pembaca menengok sejumlah intisari di masa lalu, petuah-petuah orang tua tentang kejujuran, kerja keras dan banyak peristiwa masa lampau,” pungkasnya.
Diketahui, Putra Setiawan mulai memulai karir sebagai jurnalis di sebuah koran lokal di Denpasar tahun 2.000, kemudian bertugas sebagai jurnalis televisi sejak tahun 2002.
Ia merintis media online pertama di Bali yakni Beritabali.com tahun 2005 bersama jurnalis lainnya. Tercatat, juga membidani lahirnya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) daerah Bali tahun 2007. Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Denpasar, kemudian Sekolah Menengah Atas di SMAN 3 Denpasar.
Sempat Kuliah setahun di Fakultas Ekonomi Universitas Udayana Bali tahun 1993. Kemudian kuliah di FISIP UPN Veteran Yogyakarta jurusan Hubungan Internasional tahun 1994 dan lulus tahun 1999.
Selain meliput berbagai peristiwa di wilayah Bali seperti kasus Bom Bali, juga pernah meliput di beberapa wilayah provinsi di Indonesia dan luar negeri seperti Eropa, Asia, dan Australia. Selain buku sejarah, juga pernah menulis buku biografi dan wisata.
IB Arya Lawa Manuaba, alias Gus Arya dari penerbit Nilacakra menyebut buku ini sangat layak dibaca, utamanya generasi muda.
“Pesan di dalam buku ini, sangat layak dibaca diimplementasikan saat ini,” tukasnya.
Kata Arya, perspektif dana peristiwa-peristiwa yang disampaikan dalam buku ini menjadi kepingan-kepingan sejarah yang penting sekali,” tandasnya.
Terbitnya buku mendapat sambutan positif dari berbagai lapisan masyarakat.
Menurut Jos Darmawan, founder Museum Mobil Klasik Bali/ Kebon Vintage Cars Bali, bku ‘Bali Jadul’ sangat bagus untuk memberi motivasi kepada anak-anak jaman sekarang, yang tidak pernah mengalami era jaman dulu yang penuh dengan masa-masa sulit dalam banyak hal yang penuh perjuangan.
“Contoh salah satunya adalah alat transportasi umum saat itu, dimana masyarakat menggunakan bus ataupun jalan kaki yang harus menempuh jarak yang sangat jauh dari 1 tempat ke tempat lain,” tutur Jos Darmawan.
Berbeda dengan anak-anak sekarang dimana semuanya sudah gampang tersedia, baik transportasi umum maupun kendaraan pribadi roda 2 maupun roda 4. Ini bisa mengingatkan kita semua di jaman sekarang untuk tidak patah semangat dan pantang menyerah dalam mencapai sesuatu.
Menurut Jos, Buku ini juga penting dalam menceritakan kehidupan dan budaya Bali lama yang perlu kita terus budidayakan dan lestarikan bersama. Seperti kata Bung Karno “Jangan Pernah Meninggalkan Sejarah ( jasmerah ). (Jos Darmawan–Museum Mobil Klasik Bali/ Kebon Vintage Cars Bali)
Apresiasi senada datang dari politikus dan tokoh pemuda di Bali Made Muliawan Arya atau disapa De Gajah.
“Buku ini sangat bagus buat kami generasi tergolong muda yang lahir tahun 1980-an ke atas,” tuturnya.
Dengan adanya kisah-kisah dipaparkan dalam buku Made Suganda itu, bisa mengetahui bagaimana potret Bali atau sejarah Bali pada masa-masa sebelumnya.
“Bagaimanapun kami generasi muda yang sekarang adalah generasi milenial wajib tahu tentang sejarah Bali atau potret Bali pada masa lampau,” ucapnya.
I Putu Agus Swastika disapa Guslong) selaku Founder @sejarahbali memberikan penilaian cara sederhana mencintai Bali adalah dengan mengetahui sejarahnya.
“Dengan membaca buku ini, kita tidak hanya makin mencintai Bali namun juga makin memperkokoh identitas diri kita sebagai orang Bali,” ucap Guslong.
Bagi Kadek Jango Pramartha-Kartunis Bali , setiap sosok insan hidup, memiliki pengalaman dalam berkehidupan, tidak perduli orang tersebut terkenal atau tidak, dia berhak untuk menceritakan pengalaman hidupnya.
“Karena itu suatu saat nanti akan menjadi sejarah tersendiri untuk sebuah generasi. Lebih-lebih ditulis tangan langsung, pasti akan memberikan vibrasi tersendiri bagi pembaca,” demikian Kadek Jango. (rhm)