Bali Perlu Regulasi Guna Putus Peredaran Bahan Pangan Berbahaya

21 Januari 2019, 22:48 WIB
Istri Gubernur Bali Ni Putu Putri Suastini Koster/biro humas

DENPASAR – Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Bali Ny. Ni Putu Putri Suastini Koster berharap adanya regulasi aturan dan sanksi tegas untuk memutus mata rantai penyalahgunaan zat berbahaya seperti pewarna tekstil, borak dan formalin pada bahan pangan.

Pasalnya, masih banyak ditemukan penggunaan zat pewarna tekstil seperti Rhodamin B dan Methanyl Yellow pada sejumlah produk pangan sangat mengkhawatirkan karena menjadi ancaman serius bagi kesehatan masyarakat.

Hal itu diutarakannya saat diundang menjadi narasumber pada acara dialog “Hai Bali Kenken” yang mengangkat topik ‘Bebaskan Pangan dari Bahan Berbahaya’ di Studio RRI Denpasar, Senin (21/1/2019).

Mengutip hasil temuan Balai Besar POM (BBPOM), Putri Koster menyebut bahan pewarna tekstil antara lain masih digunakan pada beberapa jenis jajan untuk upacara seperti jaje uli, jaje begine dan jaje cacalan.

Setelah digunakan untuk upacara, jajan-jajan tersebut memang seringkali tak dikonsumsi namun akan dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti babi. “Namun yang perlu diingat, daging dari ternak itu juga nantinya akan kita konsumsi.

“Bila zat pewarna tekstil digunakan untuk nasi segehan dan kemudian dimakan ayam, dagingnya juga kita yang makan,“ terangnya. Dampak dari zat pewarna berbahaya memang tak bisa dirasakan dalam jangka pendek. Dampaknya, ujar Putri Koster, baru akan dirasakan dalam jangka panjang seperti munculnya penyakit kanker.

Bunda Putri, sapannya, menambahkan, instansi terkait seperti BBPOM sejatinya sudah melakukan berbagai upaya untuk melakukan edukasi dan pembinaan agar masyarakat jangan lagi memanfaatkan bahan pewarna tekstil pada bahan pangan.

Nyatanya hingga saat ini, sebagian masyarakat masih tetap menggunakannya karena barangnya masih mudah diperolah dan harganya juga terjangkau.

Ia menilai perlu adanya payung hukum berupa Pergub atau Perda yang disertai penerapan sanksi tegas. “Kalau penyusunan Perda waktunya kelamaan karena membutuhkan pembahasan di DPRD, untuk jangka pendek bisa didahului dengan sebuah Pergub,” imbuhnya.

Ditegaskan, Komitmen TP PKK Bali mendukung program BBPOM untuk mengedukasi masyarakat agar tak lagi menggunakan bahan berbahaya dalam produksi pangan. Ia berpendapat, upaya ini membutuhkan sinergi dari semua pihak karena BBPOM tak bisa bekerja sendiri.

“Terima kasih karena telah menggandeng TP PKK. Upaya mewujudkan bahan pangan yang sehat sejalan dengan 10 Program Pokok PKK dan kami punya kader hingga ke banjar-banjar. Merekalah yang nantinya akan mengedukasi ibu-ibu agar menghindari pemakaian bahan pangan berbahaya,” bebernya.

Kepala BBPOM di Denpasar I Gusti Ayu Adhi Aryapatni menginformasikan bahwa saat ini Bali masih menjadi daerah yang masuk empat besar dalam penggunaan bahan berbahaya untuk pangan.

“Ini menjadi tantangan kita bersama. Kami secara intensif terus melakukan pengawasan dan edukasi, namun kalau kesadaran masyarakat tak meningkat, penyalahgunaan bahan pewarna berbahaya masih akan terus terjadi,” ungkapnya.

Menurut Aryapatni, bahan berbahaya yang masih dijumpai dalam sejumlah makanan antara lain borak, formalin dan pewarna tekstil. Pewarna tekstil hingga saat ini masih ditemukan pada beberapa jenis jajan yang digunakan sebagai sarana upacara.

Guna mengefektifkan upaya pembinaan, BBPOM sangat berharap dukungan dari berbagai pihak, khususnya dalam hal ini TP PKK. Aryapatni sependapat dengan Bunda Putri bahwa, Bali membutuhkan payung hukum yang dapat memutus mata rantai penyalahgunaan bahan berbahaya pada makanan. (rhm)

Berita Lainnya

Terkini