Banyak Pemijat di Daerah Pariwisata Belum Miliki Sertifikasi

21 November 2016, 06:49 WIB
ilustrasi%2Bpijat
ilustrasi Pijat @2016

DENPASAR – Karena ketidaktahuan informasi sehingga banyak pemijat jalanan di daerah pariwisata seperti Bali belum memiliki atau enggan mengikuti pelatihan untuk mendapatkan sertifikasi. Manajer Promosi dan Kerjasama Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Tirta Nirwana Indonesia Yulia Himawati terus berupaya mendorong agar para pemijat itu mengikuti pelatihan dan sertifikasi.

Pasalnya, dengan sertifikasi itu, dapat digunakan sebagai modal mengantisipasi pasar bebas tenaga kerja di Asia Tenggara, serta meningkatkan profesionalisme dan pendapatan. Karenanya, dia menekankan pemerintah melalui Kemenpar memiliki program sertifikasi gratis yang dapat dimanfaatkan.

“Di daerah wisata di Indonesia seperti di pantai banyak, sayangnya banyak juga belum ikuti pelatihan. Jadinya mereka bekerja sendiri tanpa ikuti alur, beda kalau misalnya terlebih dulu ikut pelatihan atau kerja di spa,‎” tuturnya melalui rilisnya baru-baru ini.

Kendati belum ada data pasti jumlah pemijat jalanan atau yang tidak terikat spa resmi, tetapi fakta di lapangan ditemukan bahwa sebagian besar mereka belum mengikuti pelatihan. Cukup banyak pemijat model tersebut berbakat menjadi terapis tetapi tidak mau mengikuti pelatihan dan sertifikasi karena masalah ketidaktahuan informasi.

Ia menyampaikan masih ada pandangan ‎dari pemijat apabila untuk sertifikasi harus mengeluarkan biaya dalam jumlah besar. Padahal, lanjutnya, untuk mengikuti pelatihan dan sertifikasi tidak harus mengeluarkan dana cukup besar, bahkan khusus sertifikasi ada program gratis dari Kemenpar.

Jika pemijat jalanan ikut pelatihan dan sertifikasi, keuntungan yang diperoleh akan sangat besar, seperti mendapatkan sertifikat yang dapat dijadikan modal kerja. Selain itu, akan lebih terarah saat praktik, karena diajari anatomi tubuh dan aroma terapi serta tahapan sebelum pemijatan.

“Harus tahu fungsi pijatan ini dari kepala sampai kaki. Itu ada pelajarannya tidak sekedar memijat agar tidak sembarangan. Misalnya, di pantai orang sakit, tetapi tidak tahu sakit apa kemudian sembarangan dipijat, nanti bisa kolaps. Dalam pelatihan terapis mereka diajari anatomi tubuh dan aroma terapi,” tutur Yulia

‎Dengan belajar secara baik, maka program tersebut diyakini dapat menjadi salah satu cara mengembalikan citra spa untuk kesehatan. Pasalnya, masih ada citra yang melekat kalangan tertentu bahwa spa identik dengan dengan hal negatif.

‎Pihaknya akan menggandeng lembaga pelatihan untuk ‎melatih orang-orang yang pemijat jalanan tersebut. Dia menyatakan sebagai LSP tidak diperkenankan mengadakan pelatihan tetapi hanya sertifikasi saja.

Terkait sertifikasi, LSP Tirta Nirwana menargetkan dapat mensertifikasi sebanyak 400 orang terapis di seluruh Bali. Pada Jumat (18/11/2016), LSP berbasis di DKI Jakarta ini mengadakan sertifikasi uji kompetensi kepada sekitar 100 orang terapis dari Ayung Resort, Pandan Wangi, The Royal Santrian, Taman Air Spa, Pan Pasific Nirwana, Jimbaran Wellness, Prana Spa, Gaya Spa, Zen Family Spa, dan Holiday Inn Benoa‎.

Materi sertifikasi meliputi empat kluster yakni perawatan tubuh, wajah, rambut dan kaki, serta perawatan di air dengan penguji atau aksesor sebanyak 5 orang.‎ Menurut Yulia, program sertifikasi tersebut gratis karena didukung oleh Kemenpar. Materi uji kompetensi disesuaikan dengan standar kerja kompetensi nasional Indonesia (SKKNI)‎.

Kata dia, sertifikasi ini sudah menjadi keputusan pemerintah bahwa semua pekerja di Indonesia harus bersertifikat. Sektor spa sudah keputusan presiden juga harus bersertifikat, kami mensertifikasi terapis spa, supaya tidak kalah bersaing dengan tenaga kerja asing.

Dijelaskan Yulia,‎ di era Masyarakat Ekonomi Asean sudah tidak ada ada batas bagi pekerja untuk mendapatkan pekerjaan di 10 negara anggota Asia Tenggara, sehingga penting bagi terapis memiliki sertifikasi agar tidak kalah bersaing.‎ Karena MEA, memberikan kesempatan terbuka bagi siapapun untuk bersaing secara transparan.

‎Terapis dari Taman Air Spa Gusti Ayu Putu Yuliastrini mengakui sertifikasi sangat dibutuhkan tenaga kerja seperti dirinya. Menurutnya, selain kembali mengingatkan dasar-dasar ilmu spa, dirinya juga berpeluang meningkatkan gaji dan peluang kerja lebih tinggi.

Porgram sertifikasi gratis untuk terapis spa sangat didukung, karena mengurangi beban terapis sebagai tenaga kerja. Namun, disisi lain sangat membutuhkan sertifikat profesi yang dapat mendukung kiprah mereka dalam sektor industri spa.

“Senang sekali, karena yang untung kami ini bisa dapat sertifikat kompetensi yang dibutuhkan untuk pengalaman kerja bahkan siapa tahu ada rencana menjadi terapis di luar negeri juga butuh seperti ini,” tuturnya. (gek)

Artikel Lainnya

Terkini