Banyak PMI Kesulitan di Malaysia Saat Pandemi, Implementasi Program Jamsostek Minim

19 Desember 2020, 10:13 WIB
Ketua KORWIL MP BPJS Malaysia Arvin Nasution (kanan) bersama pejabat
SOCSO Malaysia/ist

Kuala Lumpur – Implementasi program jaminan sosial ketenagakerjaan
(Jamsostek) bagi pekerja migran Indonesia (PMI) di Malaysia dinilai masih
sangat minim sehingga mereka banyak yang mengalami kesulitan terlebih saat
pandemi Covid-19.

Koordinator Wilayah Masyarakat Peduli Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(Korwil MP BPJS) Malaysia di Kuala Lumpur Arvin Nasution, Jumat (18/12/2020).

“Setidaknya ada tiga permasalahan dalam program BPJS Ketenagakerjaan bagi PMI
di Malaysia yaitu dari aspek kepesertaan, aspek pelayanan/manfaat dan aspek
iuran,” ungkap Arvin.

Cakupan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di Malaysia masih sangat rendah hanya
11% saja. Secara jumlah, tenaga kerja Indonesia di Malaysia mencapai 1.919.000
jiwa.

Menurutnya, pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan harus terus meningkatkan
kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan di kalangan pekerja migran Indonesia (PMI)
khususnya di Malaysia.

“Direksi BPJS Ketenagakerjaan jangan retorika, tidak benar bahwa pekerja
migran kita sudah terlindungi program BPJS. Sebab selain mereka masih sangat
banyak tidak terlindungi jamsostek juga masih sangat banyak yang tidak
memiliki dokumen keimigrasian lengkap alias ilegal,” Arvin menegaskan.

Kata dia, Malaysia merupakan negara dengan jumlah pekerja migran Indonesia
terbesar di dunia. Masih sangat banyak persoalan yang harus diselesaikan dalam
program perlindungan dan jaminan sosial PMI di luar negeri.

“Khusus di negara Malaysia yang sering melakukan program pemutihan dokumen
pekerja migran penting untuk dimasukkan persyaratan menjadi peserta BPJS
Ketenagakerjaan dalam kelengkapan dokumen keimigrasian PMI,” katanya.

Dari aspek iuran masih sangat terbatas channel pembayaran sehingga menyebabkan
pekerja migran Indonesia di Malaysia kesulitan mendaftar BPJS Ketenagakerjaan.

“Di Malaysia terdapat regulasi pekerja tidak diperbolehkan mendapatkan dana di
luar kontrak sehingga tidak memungkinkan untuk mengembangkan konsep agen
perisai, sebaiknya direksi BPJS Ketenagakerjaan cek turun lapangan, langsung
jangan asal bicara,” tegasnya.

Pihaknya berharap agar Presiden Joko Widodo memberikan teguran keras kepada
jajaran direksi BPJS Ketenagakerjaan bahwa perlindungan dan jaminan sosial PMI
ini sudah sangat mendesak dibutuhkan PMI, tidak hanya yang akan diberangkatkan
namun juga bagi PMI yang sudah lama bekerja di negeri jiran tersebut.

“Banyak PMI peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami kesulitan di saat
Covid-19, belum jelas tanggung jawab sosial dari BPJS. Jangan hanya rajin
kutip iuran ke pekerja tapi minim tanggung jawab sosialnya,” katanya.

Implementasi jaminan sosial ketenagakerjaan bagi PMI harus diperjelas dan
dilaksanakan sebagaimana amanat peraturan perundang-undangan perlindungan bagi
PMI.

Bagaimana mekanisme kerja sama BPJS Ketenagakerjaan dengan atase
Ketenagakerjaan dalam rangka perluasan kepesertaan dan penindakan bagi PMI,
bagaimana pelayanan medis bagi PMI di negara penempatan.

Kemudian, bagaimana kerjasama BPJS Ketenagakerjaan dengan Bank Himbara,
bagaimana proses sosialisasi dan edukasi bagi PMI selama di negara penempatan.

“Itu semua harus dilakukan secara serius, Direksi BPJS jangan hanya pencitraan
apalagi berharap bisa terpilih kembali dalam jajaran direksi baru,” tutupnya.
(rhm)

Berita Lainnya

Terkini