Belajar Masa Lalu Demi Perubahan Perilaku dan Pemahaman Literasi Hadapi Pandemi

2 Agustus 2020, 09:59 WIB

Belajar Dari Pandemi Masa Lalu Untuk Merubah Prilalu dan Pemahaman Literasi ./ist

Jakarta– Sejarawan Universitas Indonesia Dr. Tri Wahyuning M. Irsyam menyampaikan bahwa kita sudah pernah menghadapi pandemi flu spanyol 1918 sehingga hal itu bisa menjadi pembelajaran.

Pemerintah Hindia Belanda atau Indonesia pada saat itu juga memberikan himpauan kepada masyarakat agar patuh terhadap protokol kesehatan.

Dalam menyampaikan himbauan itu, Pemerintah Hindia Belanda melakukannya melalui berbagai upaya salah satunya melalui kampanye mobil kesehatan.

“Secara rutin itu, berkeliling kota dan dia seolah-olah mengingatkan, bahwa, apa ini adalah penyakit yang sifatnya mematikan, jadi lebih baik kalau tidak perlu tinggal di rumah, tetap memakai masker, karena itu, dan juga terjagalah kebersihan. Itu yang disampaikan terus dan terus dan terus,” jelas Tri di Media Center Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19, Jakarta, Sabtu (1/8/2020).

Selain itu pemerintak juga memberikan buku literasi “Lelara Influenza” (Penyakit Influenza) walapun buku tersebut udah di campur tangan dalang.

Sejarawan Publik Kresno Brahmantyo mengatakan, buku “Lelara Influenza” cukup populer, meski pada saat itu masyarakat belum banyak yang dapat membaca.

Dalam buku terbitan Balai Pustaka tersebut dijelaskan tentang bagaimana influenza menurut gejala dan penanganannya. Beberapa kalimatnya juga menekankan tentang himbauan agar manusia tidak bertindak ceroboh.

“Berhati-hatilah jangan sampai bertindak ceroboh yang bisa mengakibatkan munculnya debu. Orang yang terkena panas dan batuk tidak boleh keluar rumah. Harus tidur atau istirahat saja. Badannya diselimuti sampai rapat, kepalanya dikompres, tidak boleh mandi,” jelas Kresno.

Kendati penyampaian himbauan kesehatan dan penanganan pandemi Flu Spanyol 1918 sudah dilakukan, namun hal itu tidak menutup adanya perbedaan persepsi antara pemerintah dengan masyarakat.

Tri menyampaikan bahwa rata-rata masyarakat pada saat itu berkeyakinan bahwa wabah yang melanda berasal dari alam, kendati pemerintah berusaha meyakinkan bahwa hal itu berasal dari adanya transmisi dari pendatang.

“Mereka masyarakat melihat, bahwa sumber penyakit ini adalah dari alam. Dari debu, dari angin, dan sebagainya. Sementara pemerintah melihatnya, pihak pemerintah Belanda dalam hal ini ini adalah dari luar. Pendatang yang datang ke Indonesia itu membawa, atau carrier,” ungkap Tri.

Satu pelajaran penting yang kemudian dapat dipetik dari pandemi seabad silam menurut Tri adalah bahwa belajar dari literasi masa lalu menjadi penting untuk menangani masalah yang tidak jauh beda di masa sekarang maupun di kemudian hari. Dalam hal ini, penyamaan persepsi dan pemahaman menjadi kunci bagaimana pandemi dapat lebih mudah ditangani.

“Masalah lalu itu bukan hanya untuk masa lalu, tapi juga untuk masa sekarang dan masa yang akan datang. Jadi marilah kita melangkah dengan kearifan masa lalu,” kata Tri.

Salnjutnya bagi masyarakat yang ingin membaca buku sejarah pembahasan pandemi Flu Spanyol 1918 bisa melalu link tersebut https://covid19.go.id/edukasi/masyarakat-umum/yang-terlupakan-sejarah-pandemi-influenza-1918-di-hindia-belanda dan bagi yang mau menonton video Dialog Pagi Satgas Covid-19 Yang Terlupakan bisa melalu https://youtu.be/MBb1LsyvXkc.(lif)

Berita Lainnya

Terkini