![]() |
Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet Kukuhkan 45 Prajuru Majelis Desa Adat Kabupaten/Kota Se-Bali di Pura Samuan Tiga/ist |
Gianyar – Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet
menegaskan Bali adalah etalase dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, yang
menjadi salah satu dari tiang kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).
Menjaga Bali sebagai sebuah warisan adiluhur yang mengundang kekaguman dari
segala penjuru dunia, tidak akan bisa dilakukan tanpa mempertahankan drestha
Bali dan utamanya Desa Adat sebagai wadah tumbuh dan bertahannya adat istiadat
serta drestha Bali itu sendiri.
Hal ini mengemuka dalam Sambramawacana Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung
Putra Sukahet dalam acara Pejaya – Jayaan miwah Pangukuhan Prajuru Majelis
Desa Adat Kabupaten/Kota Se-Bali Masa Bhakti 2020 – 2025 di Wantilan Pura
Samuan Tiga – Desa Adat Bedulu – Gianyar – Bali, Sabtu (19/12/2020).
Bandesa Agung menegaskan, secara global Bali adalah the last paradise yang
akan menjadi tempat berkumpulnya berbagai macam budaya dunia dan kepentingan
global.
“Secara nasional, Bali adalah etalase dari Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika,
yang menjadi salah satu dari tiang kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia,” tegasnya.
Hal ini merupakan tanggungjawab besar sekaligus potensi ancaman bagi Bali dan
krama Bali sendiri untuk tetap tegak dan menegakkan adat istiadat serta
drestha Bali sebagai warisan luhur.
Majelis Desa Adat dalam persfektif Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang
Desa Adat di Bali menurut Bandesa Agung memegang peran penting, untuk
memastikan Desa Adat Era Baru memiliki kesamaan visi, misi dan gerak langkah
untuk menjaga Bali dari berbagai aspek.
Tatanan yang ada dan telah diwariskan secara turun temurun, sudah tidak
terbantahkan lagi telah mampu mempertahankan “keistimewaan” Bali selama ribuan
tahun.
“Ini perlu dijaga, di pelihara dan diperkuat sebagaimana ruh dalam Peraturan
Daerah Nomor 4 Tahun 2019 Tentang Desa Adat di Bali” tukas Sukahet.
Seluruh Prajuru Majelis Desa Adat Se-Kabupaten /Kota, harus siap sedia
menjaga, mendampingi dan mengayomi Desa Adat dalam kedudukan Majelis Desa Adat
sebagai pasikian 1493 Desa Adat di Bali.
“Ini bukan tugas yang mudah, perlu dedikasi, loyalitas, jiwa siap ngayah dan
“pade baret” untuk bisa mewujudkan hal tersebut,” imbuhnya.
Secara khusus, Dia menyoroti ajaran Sampradaya Non-Drestha Bali yang
memasukkan pengaruh budaya dan keyakinan dari luar Bali yang dipastikan akan
merusak tatanan adat istiadat, budaya dan drestha Bali.
Majelis Desa Adat sudah mengeluarkan instruksi yang demikian tegas dan lugas
terhadap keberadaan sampradaya impor ini.
“Kami juga berterima kasih karena PHDI Bali sudah menyatakan sikap tegas
tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) PHDI Bali dan MDA Bali serta
didukung juga secara resmi oleh Gubernur Bali, yang menjadi landasan bahwa
Sampradaya Non-Drestha Bali dilarang untuk diajarkan dan dikembangkan di
Bali”imbuh Bandesa Agung.
Gubernur Bali dalam Dharma Pamiteket yang disampaikan menceritakan bagaimana
jalan panjang untuk berjuang membela kepentingan Desa Adat sejak tahun 2012
melalui mekanisme legislasi nasional, jauh sebelum dipercaya untuk menjadi
Gubernur Bali.
Menurutnya, menjaga Bali sesungguhnya adalah menjaga adat istiadat, tradisi
dan drestha Bali, karena itu adalah roh dari Bali sendiri. “Saya menggunakan
seluruh kemampuan terbaik yang saya miliki setiap saya memperjuangkan Desa
Adat, tradisi dan drestha Bali” tandasnya.
Soal Sampradaya Non – Drestha Bali yang sempat menuai polemik, Gubernur
menyatakan dari awal telah mengambil sikap tegas dan lugas. Sampradaya non-
Drestha Bali menurut Wayan Koster adalah ancaman nyata bagi eksistensi adat
istiadat, budaya dan drestha Bali.
“Kita di Bali sudah lengkap, ada Ida Betare Dalem, ada Sungsungan di Pura
Desa, itu saja yakini, perkuat, jangan lagi kena pengaruh ini itu,” tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur Bali juga mengajak seluruh Prajuru Majelis
Desa Adat di semua tingkatan sampai ke Bandesa Adat untuk konsisten, tegas
melaksanakan SKB serta melarang ajaran Sampradaya Non-Drestha Bali berkembang
di wewidangan Desa Adat di seluruh Bali tanpa terkecuali.
Ketua Panitia (manggala prawartaka) Paruman Madya Kota/Kabupaten Se-Bali, Dr.
I Made Wena melaporkan acara Pajayan-Jayaan miwah Pangukuhan Prajuru Majelis
Desa Adat Kabupaten/Kota Se-Bali merupakan rangkaian dari kegiatan Paruman
Madya Kabupaten/Kota Se-Bali yang telah dilaksanakan sejak tanggal 6 Desember
2020 di Kabupaten Tabanan.
Wena yang juga Patajuh Bandesa Agung Bidang Kelembagaan menyampaikan Paruman
Madya selain membahas pertanggungjawaban Prajuru MDA Kabupaten/Kota Se-Bali
masa jabatan peralihan 2019 – 2020, juga menghasilkan rancangan Program Kerja
selama 5 tahun dan Prajuru MDA Kabupaten/Kota Se-Bali masa bhakti 2020 – 2025.
Terpilih sebagai Bandesa Madya Kabupaten Tabanan, I Wayan Tontra, Kabupaten
Buleleng, Dewa Putu Budharsa; Kabupaten Jembrana, I Nengah Subagia; Kota
Denpasar, Dr. AA Ketut Sudiana, Kabupaten Bangli, Ir. I Ketut Kayana,
Kabupaten Klungkung; I Dewa Made Tirta, Kabupaten Gianyar, Drh. AA Gde Alit
Asmara; Kabupaten Badung, AA Putu Sutarja, Kabupaten Karangasem, I Ketut Alit
Suardana.
Prosesi pengukuhan dipimpin oleh Bandesa Agung, Ida Pangelingsir Agung Putra
Sukahet dihadapan seluruh undangan dan peserta antara lain Gubernur Bali,
Kapolda Bali, Bupati Klungkung dan pejabat serta tokoh masyarakat lainnya.
(rhm)