Berpotensi Membawa Parasit, KKP Himbau Warga Jangan Dekati Bangkai Paus

22 Juli 2020, 19:07 WIB

Saat ini kondisi Paus biru (balaenoptera musculus) sudah membusuk.
Beberapa sisi kulitnya terkelupas dan menimbulkan bau tak sedap/KKP.

Jakarta– Kementerian Kalautan dan Perikanan (KKP) menghimbau warga agar tidak mendekat bangkai paus lantaran berpotensi membawa parasit anisakis typica penyebab penyakit.

“Paus merupaka hewan dilindungi secara nasional. Untuk menghindari pemanfaatan bangkai paus dan menghindari munculnya sumber penyakit, harus segera ditangani sesuai Panduan Penanganan Mamalia Laut Terdampar yang telah disusun KKP,” ungkap Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) Aryo Hanggono saat memberikan keterangan di Jakarta (22/7/2020).

Saat ini kondisi Paus biru (balaenoptera musculus) sudah membusuk. Beberapa sisi kulitnya terkelupas dan menimbulkan bau tak sedap.

Dari hasil pengukuran, panjang badan paus biru mencapai 29 meter dengan berat sekitar 100 sampai 200 ton. Umurnya ditaksir 70 tahunan.

Kepala Balai Konservasi Perairan Nasional (BKKPN) Kupang Ikram M Sangadji menyebutkan pihaknya akan menguburkan paus di lokasi tak jauh dari pantai.

“Sebelum dikubur, kami akan ambil sampel isi perut untuk diteliti. Sekaligus melihat ada tidaknya sampah di dalam perut paus ini,” ujarnya.

Sehari sebelumnya tim BKKPN Kupang juga telah mengambil sampel daging dan kulit paus biru tersebut.

Selanjutnya sampel-sampel nantinya dikirim ke Universitas Udayana Bali dan Unversitas Nusa Cendana (Udana) Kupang untuk uji genetika dan parasit.

Sangadji mengimbau warga untuk tidak mendekati bangkai paus.

Pasalnya, di bangkai mamalia berbadan besar tersebut kemungkinan terdapat parasit anisakis typica. Parasit ini bersifat zoonososis yang dapat bertransmisi dari ikan ke manusia, termasuk bila ikan dikonsumsi dalam kondisi mentah.

“Ada bahaya parasit di sana. Apalagi kalau sewaktu-waktu perut paus meletus. Cacing-cacing parasit itu bisa nempel di kuku, masuk mulut, hidung yang akan berdampak burut buat kesehatan kita. Parasitnya kecil sekali dan parentik host-nya di hewan mamalia, termasuk paus,” jelasnya.

Sebelumnya kawasan Laut Sawu (termasuk di dalamnya Teluk Kupang) memang menjadi jalur perlintasan paus dan lumba-lumba. Oktober tahun lalu ada 17 ekor paus terdampar di Perairan Sabu Raijua, NTT.

Perubahan cuaca hingga terganggunya sistem navigasi paus, bisa menjadi penyebab mamalia tersebut terdampar.

“Untuk paus terdampar di Teluk Kupang baru sekali ini. Tapi di tempat lain di kawasan Laut Sawu, ini sering terjadi. Laut Sawu ini memang perlintasannya mamalia seperti paus dan lumba-lumba,” pungkas Sangadji.(lif)

Berita Lainnya

Terkini