Yogyakarta – Berdasar catatan Badan Pusat Statistik BPS warga miskin di Daerah Istimewa Yogyakarta DIY di bawah rata-rata nasional dengan komoditas beras rokok hingga telur turut menyumbang garis kemiskinan.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Herum Fajarwati menyebut data terbaru warga miskin di DIY saat ini mengalami penurunan.
Berdasar data BPS terhitung pada September 2024 jumlah warga miskin mencapai 430,47 ribu jiwa.
Dijelaskan, warga miskin di perkotaan, dipengaruhi oleh empat besar penyumbang garis kemiskinan.
“Komoditas makanan adalah beras (20,90%), rokok kretek filter (5,56%), telur ayam ras (5,06%) dan daging ayam ras (4,49%),” sebutnya.
DIY menjadi salah satu destinasi wisata terpopuler di Tanah Air dengan ratusan penduduk miskin.
Herum Fajarwati menyebut bahwa, data terbaru warga miskin di DIY saat ini mengalami penurunan.
Menurut Herum, jumlah ini lebih rendah 15,1 ribu dibanding Maret 2024.
“Persentase penduduk miskin pada September 2024 sebesar 10,40 persen, turun 0,43 poin persen terhadap Maret 2024,” kata Herum pada rilis BPS kemiskinan di DIY di kantor BPS DIY, Kamis 16 Januari 2025.
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar atau basic needs approach. Termasuk untuk mengukur garis kemiskinan makanan dan non-makanan.
“Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan non-makanan,” jelas Herum.
Pada garis kemiskinan makanan itu, kata Herum adalah nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan yang setara dengan 2.100 kalori per kapita per hari.
Sementara garis kemiskinan non-makanan nilai minimum untuk pemenuhan kebutuhan sandang, papan, pangan, kesehatan dan kebutuhan pokok non-pangan lainnya.
“Mereka yang pengeluarannya di bawah yang pengeluaran minimum berarti penduduk miskin,” ucap Herum.
Lanjut Herum menuturkan, garis kemiskinan di DIY saat ini pada angka Rp613.370 atau naik 1,81 persen dibanding Maret 2024.
Garis kemiskinan ini, menurut Herum terbesar dari makanan yang mencapai 72,93% sedangkan yang non-makanan sebesar 27,07%.
Sedangkan di perkotaan, empat besar penyumbang garis kemiskinan makanan adalah beras (20,90%), rokok kretek filter (5,56%), telur ayam ras (5,06%) dan daging ayam ras (4,49%).
Dan untuk non-makanan adalah perumahan (8,76%), bensin (6,00%), listrik (2,13%) dan pendidikan (2,02%).
Kemudian di perdesaan, untuk penyumbang terbesar komoditas beras (26,54%), daging ayam ras (7,18%), rokok kretek filter (4,86%) dan telur ayam ras 4,00%. Sementara untuk non-makanan, komoditas terbesar adalah bensin (8,60%), perumahan (5,61%), air (1,91%), listrik (1,60%).
“Jumlah rata-rata anggota rumah tangga miskin adalah 4,32 orang,” kata Herum.
Kendati demikian, garis kemiskinan rumah tangga pada Rp2.649.758.
“Angka ini hasil perkalian garis kemiskinan per kapita sebesar Rp613.370 dikalikan dengan rata-rata anggota rumah tangga di rumah sebesar 4,32,” papar Herum.
Diketahui, secara nasional, persentasi penduduk miskin terendah adalah Provinsi Bali (3,80%) dan tertinggi di Provinsi Papua Pegunungan (29,66%).
“Nah kalau posisi DIY pada persentasi 10,40%. Nasional 8,57%. Artinya, DIY masih di bawah rata-rata nasional,” katanya.
Berdasarkan data tersebut, saat ini DIY masuk pada ketimpangan sedang menuju rendah.
“Kalau nanti pengeluaran penduduk 40 persen ini mencapai posisi 17 persen, DIY akan masuk kategori rendah,” harap Herum.
Selain DIY, ada 18 provinsi yang penduduk miskinnya di bawah rata-rata nasional, dan ada 20 provinsi yang di atas rata-rata nasional.
Herum menambahkan pada 2013, angka nasional pada 11,36% dan DIY berada di 15,43%. Namun pada September 2023, rata-rata nasional pada 8,57% dan DIY pada 10,40%. ***