Buang Limbah Batik ke Sungai, Pengusaha Sablon Didenda Rp 2 Juta

29 November 2019, 19:02 WIB

Denpasar – Hakim menjatuhkan vonis denda Rp2 juta kepada pemilik Sablon Batik di Jalan Pulau Misol I, Denpasar, Nurhayati setelah terbukti membuang limbah ke sungai.

Sebelum disidang, dilakukan penyegelan usaha oleh Sat Pol PP Kota Denpasar pada Kamis (28/11), pemilik Sablon Batik dan kemudian menjalani Sidang Tindak Pidana Ringan (Tipiring) di Pengadilan Negeri IA Denpasar, Jumat (29/11/2019).

Hakim, Esthar Oktavi menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp. 2 Juta kepada pembuang limbah yang menyebabkan aliran sungai Tukad Badung sempat berwarna merah beberapa waktu lalu.

Kasat Pol PP Kota Denpasar, I Dewa Gede Anom Sayoga menjelaskan bahwa Sat Pol PP Kota Denpasar bersama Tim Gabungan bergerak cepat untuk mencari sumber pencemaran yang menyebabkan berubah warnanya air di aliran Sungai Badung.

Tentunya hal ini telah dilaksanakan investigasi dengan melihat, menganalisa dan membuktikan, serta pengujian kandungan air sungai. Dari hasil tersebut ditemukanlah sumber pencemaran dari usaha sablon Batik ini.

Nurhayati didakwa telah melanggar Perda Nomor 11 Tahun 2015 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup di Kota Denpasar, Perda Nomor 1 Tahun 2015 tentang Ketertiban Umum, dan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain melakukan pelanggaran pembuangan limbah, usaha ini juga tidak mengantongi perijinan yang terkait dengan usaha. Sehingga segel yang dilaksanakan bersifat permanen hingga yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan yang tertuang dalam Perda.

“Untuk itu berdasarkan Perda Nomor 11 Tahun 2015, kemarin sudah kita laksanakan penyegelan yang tertuang dalam Keputusan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Denpasar Nomor : 188.45/2489/SatpolPP/2019 tentang penyegelan kegiatan usaha sablon Batik,” ujarnya.

Atas pelanggaran terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 telah dilimpahkan untuk selanjutnya ditangani oleh Polresta Denpasar. Pelaksanaan Sidang Tipiring ini merupakan upaya untuk memberikan efek jera bagi masyarakat yang melanggar perda.

Selain di Pengadilan Negeri I A Denpasar, pelaksanaan sidang tipiring juga turut mengambil tempat di banjar atau ruang publik lainya, hal ini sebagai bentuk sosialisasi perda guna meminimalisir pelanggaran perda oleh masyarakat.

“Sidak dan Tipiring ini bukan untuk mencari kesalahan, melainkan untuk penegakan perda dan mensosialisasikan perda itu sendiri, sehingga masyarakat dapat mengaplikasikan dan mentaatinya,” jelas Sayoga. (riz)

Berita Lainnya

Terkini