![]() |
ilustrasi |
KabarNusa.com,
Denpasar – Pihak Bulog Divisi Regional Bali membantah beredarnya beras oplosan di masyarakat sebagaimana tengara wakil rakyat di DPR
RI.
Sebelumnya Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo,
saat kunjungan kerja di Bali menengarai, kualitas beras yang
diberikan Bulog tidak bagus.
“Ada oknum yang bermain di dalamnya, ada yang mengoplos beras,” katanya belum lama ini.
Menanggapi
hal itu, Kepala Perum Bulog Divisi Regional Bali, Gede Rempiana
menyatakan, apa yang dinyatakan wakil rakyat itu, tidak benar.
Menurutnyam
beras yang dibagikan kepada masyarakat merupakan beras medium yang
dibeli dari petani dengan hpp Rp6.600 per kilogram.
Kemudia, dijual lagi kepada pemerintah seharga Rp7.500 per kilogram. Sementara harga di pasaran sekira Rp7.200 per kilogram.
Kata dia, pasar sangat terbuka dengan harga. Sementara harga beras premium sekitar Rp9.000 per kilogram
“Bulog beli beras saja sangat sulit bagaimana bisa bermain seperti apa yang dibilang mereka,” paparnya kepada wartawan.
Dia
memastikan, beras yang beredar di masyarakat, tidak ada yang dioplos.
Dalam beras itu ada speknya yang namanya broken (butir yang patah-patah)
20 persen, butir menir 2 persen, dan beras utuhnya 78 persen.
“Tidak
ada yang namanya beras dioplos. Ketika masyarakat bilang berasnya
hancur. Hancurnya seperti apa, persepsi orang tentang beras hancur itu
berbeda-beda?,” sergahnya.
Jika masyarakat menilai beras tersebut benar-benar rusak, agar dilaporkan kepada petugas Bulog.
“Berasnya
akan diganti petugas kami. Tanggung jawabnya bulog mengganti itu, cukup
berkomunikasi dengan petugas yang ada di lapangan, ” tegas dia.
Dijelaskan, fungsi Bulog yakni menjaga kestabilan harga, apabila harga melonjak tinggi. Bulog akan melakukan operasi pasar.
Beras-beras
itu dirawat digudang. Tempat penyimpanan beras selalu bersih, selain
itu juga tidak boleh lembab. Setiap 3 bulan sekali beras itu difumigasi,
dan di seprying satu bulan sekali.
Kata dia, itu semua bertujuan dari fumigasi supaya berasnya tidak makan kutu dan tidak rusak.
“Beras digudang paling lama setahun, tergantung dengan penyaluran,” demikian Rempiana. (gek)