Bupati Ayu Mas: Pecalang Harus Sejalan Prinsip NKRI dan Perkembangan Masyarakat

19 Oktober 2018, 12:33 WIB

IMG 20181019 WA0014

KARANGASEM – Bupati Karangasem I Gusti Ayu Mas Sumatri menegaskan pentingnya keberadaan pecalang yanh diakui dalam landasan yuridis formal UUD 1945. Dalam pasal 18B Undang-Undang Dasar 1945, menyatakan, negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya.

Pengakuan diberikan sepanjang masih hidup dan sesuai perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dengan undang-undang. Hal itu disampaikan saat membuka secara resmi Bimtek Pecalang di Aula STKIP Parisada Amlapura, Jumat (19/10/2018).

Bimtek bertemakan Melalui Bimtek Pecalang Kita Kuatkan Eksistensi Dalam Pemberdayaan Desa Adat.

Hadir pula dalam acara tersbut kadis Kepala Dinas Kebudayaan I Putu Arnawa, Kabag Humas dan Protokol I Gede Waskita Suta Dewa, Kadis Perhubungan Ida Bagus Putu Suatika, Kepala Dinas Pol PP I Ketut Wage Saputra, perwakilan polri dan TNI serta peserta Bimtek.

Tugas para Pecalang semakin kompleks seiring perjalanan waktu. Dalam menjalankan tugasnya pecalang kadang-kadang harus berurusan dengan desa pekraman lainnya dan juga dengan aparat keamanan dan ketertiban negara.

“Untuk itu, diperlukan adanya aturan, awig-awig dan perarem yang memadai bagi para pecalang di dalam melaksanakan tugasnya di lapangan,” tegas Ayu Mas.

Di samping itu dalam pasal 3 Ayat 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia menyatakan bahwa pengemban fungsi kepolisian adalah Kepolisian Negara Indonesia dibantu oleh Kepolisian khusus, Penyidik pegawai Negeri Sipil dan atau bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.

Pecalang adalah sebagai bentuk pengamanan swakarsa karena merupakan bentuk pengamanan tradisional yang dilandasi kemauan, kesadaran dan kepentingan masyarakat desa pakraman.

“Dengan begitu pecalang dapat membantu aparat keamanan dalam melaksanakan fungsinya di masyarakat,” katanya menegaskan. Pada bagian lain, Bupati Ayu Mas menambahkan, keberadaan Desa Pekraman telah ada sejak Rsi Markandya datang ke Pulau Bali pada Abad ke 8 dengan membentuk Desa Pakraman.

Seiring waktu, Desa Pakraman lebih ditata dan disempumakan lagi oleh Mpu Kuturan di Pura Samuan Tiga dengan mengadopsi semua sekte dan aliran yang disebut dengan istilah Tri Murti, yaitu konsep Brahma, Wisnu dan Iswara.

“Desa Pakraman merupakan masyarakat hukum adat yang mempunyai ciri khas Jika dibandingkan dengan masyarakat hukum adat di daerah lainnya,” tutur Ayu Mas. Adapun ciri khas tersebut adalah berkaitan landasan filosofi Hindu yang menjiwai kehidupan hukum adat yang ada yang disebut dengan Tri Hita Karana.

Tri Hita Karana bermakna keharmonisan hubungan manusia dengan penciptanya atau Ida Sang Hyang Widhi Wasa, hubungan keharmionisan antara manusia dengan alam semesta dan hubungan keharmonisan antara manusia dengan sesamanya.

Di dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman sebagaimana diubah dengan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2003, pasal 17 menyatakan pertama, Keamanan dan ketertiban desa pakraman dilaksanakan oleh pecalang; Kedua, Tugas-tugas pengamanan dalam wilayah desa pakraman dilaksanakan oleh pecalang.

Mengingat begitu pentingnya keberadaan pecalang maka perlu dibekali pengetahuan tentang tugas, fungsi dan tanggung jawab dari seorang pecalang sehingga didalam melaksanakan tugas punya pedoman sejauh mana tugas dan tanggung jawab bagi seorang pecalang.

Melalui bimbingan teknis ini para pecalang mendapat bekal ilmu yang bisa dipakai pedoman didalam melaksanakan tugas-tugas yang sangat mulia dalam menjaga, memelihara dan mengajegkan keberadaan desa pakraman.

Terlebih ke depan desa pekraman penuh dengan tantangan baik dari dalam maupun dari luar desa Pakraman. (rhm)

Artikel Lainnya

Terkini