Yogyakarta – Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menolak keras rencana pemerintah memotong gaji buruh untuk dana pensiun tambahan, termasuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) karena menilai upah buruh sudah sangat murah dan bahkan prosentase kenaikan upahnya lebih rendah dari laju inflasi pangan.
MPBI DIY menyebut, berdasarkan catatan Bank Indonesia (BI) bahwa sepanjang 2020–2024, laju inflasi pangan bergejolak atau volatile food mencapai 5,6 persen.
Angka itu lebih tinggi dibanding rata-rata kenaikan upah minimum regional (UMR) yang hanya 4,9 persen dalam empat tahun terakhir.
Dengan demikian, pemotongan gaji buruh untuk dana pensiun, bagi buruh adalah sesuatu hal yang salah.
“Pemerintah hendak memotong upah buruh yang sudah murah dan bahkan prosentase kenaikan upahnya lebih rendah dari laju inflasi pangan,” kata Koordinator MPBI DIY Irsyad Ade Irawan, Kamis 12 September 2024.
Upah buruh telah dipotong 4% untuk mengiur program BPJS Kesehatan dan BPJS Naker, dan harus membayar pajak kendaraan bermotor, PBB, pajak penghasilan dan pajak lainnya.
Kata Irsyad Ade Irawan, buruh sudah memiliki Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun melalui program Jamsos Baker yang diselenggarakan oleh BPJS Naker.
Menambah potongan upah untuk dana pension tambahan bukanlah prioritas, apalagi manfaatnya baru terasa puluhan tahun lagi.
“Apalagi, upah buruh juga sudah terlalu rendah untuk dikenakan potongan tambahan,” tandas Irsyad Ade Irawan.
Pada akhirnya, tambahan potongan gaji buruh untuk dana pensiun tambahan hanya akan semakin mengerdilkan kenaikan upah yang sudah rendah dan memerosotkan daya beli buruh.
Pihaknya menuntut Pemerintah untuk membatalkan rencana potongan gaji untuk dana pensiun tambahan dan meningkatkan pengawasan dan kinerja BPJS Naker dalam kepersertaan dan program manfaat layanan tambahan (MLT).
Pemerintah diminta membayarkan iuran/menganggarkan APBN dan APBD untuk Program Dana Pensiun Tambahan.***